Prancis Perketat Keamanan Masjid Selama Ramadhan

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani

Senin 12 Apr 2021 19:14 WIB

Prancis akan segera menggodok RUU Radikalisme Islam. Ilustrasi penghinaan rasial yang dilukis di dinding masjid di kota Saint-Étienne di Prancis tengah. Foto: google.com Prancis akan segera menggodok RUU Radikalisme Islam. Ilustrasi penghinaan rasial yang dilukis di dinding masjid di kota Saint-Étienne di Prancis tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin telah memerintahkan untuk meningkatkan keamanan di sejumlah masjid selama ramadhan. Peningkatan keamanan dilakukan setelah seorang pengurus dan anggota komunitas Muslim menemukan grafiti di sebuah masjid dan pusat budaya Muslim di kota barat Rennes pada Ahad (11/4) pagi.

Grafiti tersebut berisi kata-kata yang menghina Islam dan Nabi Muhammad. Grafiti itu juga menyerukan untuk memulai kembali Perang Salib dan seruan agar Katolik dijadikan agama negara.

Kantor kejaksaan di Rennes telah meluncurkan penyelidikan terkait grafiti itu. Darmanin mengecam vandalisme dan menyatakan"solidaritas" terhadap 5,7 juta Muslim Prancis.

“Tulisan anti-Muslim yang telah ditorehkan di pusat budaya dan agama ini tidak dapat diterima. Kebebasan beribadah di Prancis adalah kebebasan fundamental," ujar Darmanin, dilansir Aljazirah, Senin (12/4).

Darmanin telah meminta polisi Prancis dan gendarmerie, yang bertanggung jawab untuk mengawasi kota-kota kecil di daerah pedesaan, untuk "memperkuat kewaspadaan di sekitar tempat ibadah umat Muslim saat ramadan. Bulan ramadan akan dimulai pada Selasa (13/4).

Tetapi ada kekhawatiran yang meningkat terhadal keselamatan Muslim Prancis selama ramadan di tengah terjadinya insiden Islamofobia dalam beberapa hari terakhir. Sebelumnya, pada Kamis (8/4) malam pintu masjid di bagian barat kota Nantes telah hancur karena dibakar. Sementara pada Jumat (9/4) seorang neo-Nazi berusia 24 tahun didakwa karena membuat ancaman terhadap sebuah masjid di Le Mans.

Presiden National Observatory Against Islamophobia, Abdallah Zekri mengecam tindakan anti-Islam yang muncul di Prancis. "Sayangnya, deklarasi politisi tertentu hanya memperburuk keadaan," katanya.

Belum lama ini Senat Prancis mendukung larangan penggunaan jilbab di depan umu. untuk anak perempua  di bawah usia 18 tahun mengenakan jilbab.  Langkah Senat ini terkait dengan dorongan Presiden Emmanuel Macron untuk memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU) "anti-separatisme".

Paris mengatakan undang-undang yang diusulkan akan mendukung sistem sekuler Prancis. Tetapi para kritikus mengecam RUU itu, dengan alasan bahwa RUU itu merugikan umat Muslim.

Amnesty International bulan lalu memperingatkan, rancangan undang-undang tersebut menimbulkan serangan serius terhadap hak dan kebebasan di Prancis. Amnesty International menyerukan agar sejumlah ketentuan yang dapat menimbulkan masalah dari RUU tersebut dibatalkan atau diubah.