Bagaimana Awal Pensyariatan Puasa?

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Esthi Maharani

Senin 12 Apr 2021 15:10 WIB

Malam bulan Ramadhan, ilustrasi Malam bulan Ramadhan, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sebelum diwajibkan puasa Ramadhan, Rasulullah saw dan para sahabat telah mendapat perintah untuk mengerjakan puasa, di antaranya puasa tiga hari setiap bulan dan puasa pada tanggal 10 Muharram (Asyura’). Rasulullah saw berpuasa tiga hari pada setiap bulannya dan beliau berpuasa di hari Asyura, (HR Abu Daud).

Kemudian, turun ayat yang memerintahkan Rasulullah untuk mengerjakan puasa fardhu hanya di bulan Ramadhan sehingga semua puasa yang sudah ada sebelumnya tidak diwajibkan lagi dan kedudukannya menjadi sunnah.

Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat mengatakan dalam bukunya berjudul Sejarah Puasa, menurut Imam An-Nawawi yang ditulis dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, Rasulullah sempat berpuasa sebelum Ramadhan selama 17 bulan. Sementara kewajiban puasa di bulan Ramadhan disyariatkan pada tanggal 10 Sya’ban di tahun kedua setelah hijrah Nabi ke Madinah.

Untuk waktunya, sekitar setelah diturunkannya perintah penggantian kiblat dari Masjidil Al-Aqsha ke Masjidil Haram. Sejak itu, Rasulullah menjalankan puasa Ramadhan sampai akhir hayatnya sebanyak sembilan kali dalam sembilan tahun.

Lalu, ibadah puasa yang dikenal sekarang, itu berkat dari pensyariatan dari tiga sumber utama. Pertama adalah Alquran. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗ وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ يُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

"Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur\'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur."

Sumber kedua adalah As-Sunah. Ini berdasarkan salah satu hadits Rasulullah, yaitu Rasulullah bersabda, “Islam dibangun atas lima, syahadat bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, pergi haji, dan puasa Ramadhan,” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits lain yang menegaskan atas kewajiban ibadah puasa adalah dari Thalhah bin Ubaidillah r.a, bahwa seseorang datang kepada Nabi dan bertanya, “Ya Rasulullah saw, katakan padaku apa yang Allah wajibkan kepadaku tentang puasa?” Beliau menjawab, “Puasa Ramadhan.” “Apakah ada lagi selain itu?” Beliau menjawab, “Tidak, kecuali puasa sunnah,” (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits tersebut menegaskan puasa yang hukumnya wajib hanya puasa di bulan Ramadhan. Meski begitu ada puasa lain yang hukumnya juga wajib, misalnya puasa Qadha’ yang merupakan puasa turunan dari kewajiban puasa Ramadhan.

Selain itu ada pula puasa denda (kaffarah) bagi mereka yang melanggar aturan tertentu yang telah ditetapkan dan puasa Nadzar, puasa yang awalnya sunnah tapi keinginan dan perjanjian tertentu hukumnya menjadi wajib.

Sumber ketiga adalah ijma’. Secara ijma’, seluruh umat Islam sepanjang zaman telah sepakat atas kewajiban puasa Ramadhan bagi setiap Muslim yang memenuhi syarat wajib puasa. Ijma’ ulama sampai kepada batas orang yang mengingkari kewajiban puasa di Ramadhan berarti dia keluar dari agama Islam. Itu mengingatkan bahwa puasa di bulan Ramadhan bukan hanya sekadar kewajiban, karena puasa Ramadhan merupakan bagian dari rukun Islam.