Idul Fitri yang Dibayangi Covid-19

Rep: Zainur Mahsir / Red: Muhammad Hafil

Senin 25 May 2020 04:06 WIB

 Idul Fitri yang Dibayangi Covid-19. Foto:  Idul Fitri Ilustrasi Foto: Republika/Wihdan Idul Fitri yang Dibayangi Covid-19. Foto: Idul Fitri Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Umat Muslim di seluruh dunia saat ini sedang merayakan Hari Raya Idul Fitri 1441 di tengah kekhawatiran pandemik Covid-19. Meski ada kelonggaran di beberapa negara terkait perayaan idul fitri, penyebaran wabah masih ditakuti banyak pihak.

Di beberapa negara seperti Arab Saudi, Mesir, Turki dan Suriah bahkan telah melarang ibadah shalat ied atau pertemuan masal di luar rumah. Tujuannya, untuk membatasi penyebaran penyakit.

Baca Juga

Khusus Arab Saudi, situs-situs suci Islam bahkan memulai jam malam lima hari penuh mulai Sabtu lalu. Utamanya, setelah infeksi meningkat empat kali lipat sejak awal Ramadhan menjadi sekitar 68 ribu orang, jumlah tertinggi di negara teluk.

“Doa Idul Fitri akan diadakan di dua masjid suci di kota-kota Mekah dan Madinah tanpa jamaah,” kata pihak berwenang kerajaan seperti dilansir AFP, Ahad (24/5).

Namun demikian, Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, situs tersuci ketiga Islam, akan dibuka kembali setelah Idul Fitri. Hal serupa juga dilakukan oleh otoritas keagamaan Sunni di Lebanon, masjid akan dibuka kembali hanya untuk ibadah shalat Jumat.

Terpisah, di beberapa negara Asia yang memiliki penduduk mayoritas Muslim seperti Indonesia, Malaysia, Pakistan dan Afganistan, kerumunan warga di pasar dan perbelanjaan lainnya masih dipadati. Hal tersebut, menjadi kekhawatiran akan terjadinya wilayah persebaran Covid-19 yang melonjak.

"Selama lebih dari dua bulan anak-anak saya tinggal di rumah," kata Ishrat Jahan, seorang ibu dari empat anak, di pasar yang ramai di kota Rawalpindi, Pakistan.

Menurut dia, perayaan idul fitri menjadi hadiah bagi anak-anaknya. Bahkan, jika sang anak tak memiliki pakaian baru, ia menganggap tak ada gunanya bekerja keras sepanjang tahun.

"Pesta ini untuk anak-anak, dan jika mereka tidak bisa merayakannya dengan pakaian baru, tidak ada gunanya kita bekerja keras sepanjang tahun."

Hal serupa juga terjadi di Indonesia, sebagai negara Muslim terpadat di Dunia. Banyak terjadi, pemalsuan dan jual beli dokumen perjalanan palsu untuk menghindari larangan mudik.

Hingga kini, angka kematian COVID-19 di seluruh Timur Tengah dan Asia memang masih lebih rendah daripada di Eropa dan Amerika Serikat. Tetapi jumlahnya terus meningkat, sehingga memicu kekhawatiran bahwa virus itu akan membanjiri sistem perawatan kesehatan yang sering kali kekurangan dana.

Oleh sebab itu, Iran sebagai negara dengan penyebaran wabah paling banyak di Timur Tengah, telah menyerukan warganya untuk menghindari perjalanan selama Idul Fitri. Tujuannya agar bisa fokus berjuang untuk mengendalikan tingkat infeksi.

Hal tersebut juga diucapkan oleh Menteri Kesehatan Iran, Saeed Namaki. Dia mengatakan, saat ini focus yang paling diutamakan negaranya adalah menghindari puncak baru penyebaran wabah, yang dikarenakan abai pada peraturan kesehatan.

Lebih jauh, Uni Emirat Arab yang bertetangga dengan Iran juga telah memperketat aturan lockdownya. Terlebih dengan diberlakukannya jam malam dimulai pukul 20:00 (1600 GMT), alih-alih pukul 10:00 malam selama bulan Ramadhan.

Meski demikian, aturan itu belum mampu menghentikan beberapa keluarga yang masih memutuskan untuk pergi berlibur ke beberapa tempat wisata.

Lockdown atau segala bentuk pembatasan memang telah menghancurkan bisnis atau segala bentuk penghasilan dengan buruk. Bahkan, tak jarang banyak Muslim yang menghemat dana simpanan termasuk dana khusus hari raya untuk membeli kebutuhan pencegahan, dari mulai masker, pembersih tangan atau pelindung lainnya.

 

 

 

 

Terpopuler