REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Idul Fitri, sebagai salah satu dari dua hari raya agama Islam sangat dianjurkan Rasulullah SAW untuk disambut dengan penuh kekhusyukan.
Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat, mengatakan umumnya saat hari raya Idul Fitri berkumpul bersama keluarga, saling berkunjung, saling menyediakan hidangan khas, saling bertukar hadiah, temasuk juga mengenakan baju baru.
"Di negeri kita Idul Fitri sampai diubah namanya menjadi lebaran, yang selalu ditandai dengan libur panjang, pembagian THR, dan pulang mudik," katanya.
Namun, kata dia, pernahkah kita menengok sejarah, seperti apa lebaran ala Rasulullah SAW? Apakah Beliau dan para sahabat juga kumpul-kumpul seperti kita, saling bermaafan, salling bersalaman, saling kirim ucapan selamat lebaran?
Berikut beberapa catatan yang kita temukan dari membaca hadits-hadits nabawi, terkait kegiatan apa saja yang Beliau SAW lakuan di hari raya.
1. Mandi
Disunnahkan untuk mandi sebelum berangkat ke tempat sholat Idul Fithri atau Idul Adha. Dasarnya adalah atsar yang dilakukan Abdullah bin Umar .
أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ قَبْلَ أَنْ يَغْدُوَ إِلَى الْمُصَلَّى
Bahwa Abdullah Ibnu Umar ibnu Khattab RA mandi pada hari raya Idul Fitri sebelum berangkat sholat.
Dasar ini memang tidak langsung dari Rasulullah SAW, namun dari praktik sahabat Nabi. Namun Imam An Nawawi mengomentari bahwa atsar di atas adalah atsar yang sahih, sebagaimana tercantum dalam Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab.
Sedangkan hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW mandi pada dua hari raya, oleh sebagian ulama dikatakan sebagai hadits yang lemah.
يَغْتَسِلُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الأَضْحَى قاَلَ:كَانَ رَسُولُ اللهِ عَنِ ابْنِ عَباَّسٍ
Dari Ibnu Abbas RA berkata bahwa Rasulullah SAW mandi pada hari Idul Fithri dan Idul Adha. (HR. Ibnu Hibban).
2. Berparfum
Disunnahkan bagi yang melakukan sholat Id ntuk memakai parfum dan wewangian.
3. Berpakaian terbaik
Disunnahkan untuk mengenakan pakaian dan perhiasan yang terbaik di hari Raya, khususnya pada saat datang ke tempat sholat.
كَانَ لِلنَّبِيِّ جُبَّة يَلْبَسُهَا فيِ العِيْدَيْنِ وَيَوْمِ الجُمُعَةِ
Dari Jabir RA, Nabi SAW memiliki jubah yang dikenakannya pada saat dua hari raya dan hari Jumat. (HR Al-Baihaqi)
4. Makan sebelum sholat
Disunnahkan untuk makan pagi atau sarapan terlebih dahulu sebelum melaksanakan sholat Idul Fithri. Dasarnya adalah hadits berikut ini :
لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ تَمَرَاتٍكَانَ رَسُولُ اللَّهِ عَنْ أَنَسٍ
Dari Anas bin Malik RA berkata, “Rasulullah tidak berangkat pada Idul Fithri hingga beliau memakan beberapa kurma." (HR. Bukhari)
Perlu dipahami bahwa kalau disebutkan Rasulullah SAW memakan kurma, maka yang dimaksud tidak lain adalah makan yang sebenarnya. Dalam hal ini Rasulullah SAW sebelum berangkat sholat Idul Fitri sarapan atau makan pagi terlebih dahulu.
Kurma adalah salah satu bahan makanan pokok sehari-hari orang Madinah, dan bukan sekedar makanan cemilan yang dimakan sebutir dua butir.
5. Bertakbir
Disunnahkan buat orang yang melaksanakan sholat Idul Fitri dan Idul Adha untuk bertakbir. Argumentasinya ada pada Alquran dari sunnah nabawiyah :
كَانَ النَّاسُ يُكَبِّرُونَ فيِ العِيْدِ حِينَ يَخْرُجُونَ مِنْ مَنَازِلِهمْ حَتَّى يَأْتُوا المـُصَلِّى وَحَتَّى يَخْرُجُ الإِمَامُ فَإِذَا خَرَجَ الإِماَمُ سَكَتُوا فَإِذَا كَبَّرَ كَبِّرُوا
Dahulu orang-orang bertakbir di hari raya ketika mereka keluar dari rumah-rumah mereka hingga sampai di tempat sholat, sampai imam keluar, maka mereka pun diam. Bila imam bertakbir maka mereka pun bertakbir.
6. Beda jalan pergi dan pulang
Disunnahkan untuk mengambil rute yang berbeda antara jalan pergi dan pulangnya.
7. Bertahniah
Disunnahkan untuk bertahniah. Waktunya setelah pelaksanaan sholat Id sebagaimana diriwayatkan dari Jubair bin Nufair RA, dia berkata:
“Para sahabat Nabi SAW apabila bertemu di hari raya (Ied) sebagian dari mereka berkata kepada yang lain: “Taqabballahu minnaa wa minkum (Semoga Allah menerima ibadah kita semua)” (HR Al-Muhamili)
Perkara yang tidak ada, apa hukumnya?
Lebih lanjut, ternyata kata Ustaz Ahmad, berdasarkan catatannya tidak terlalu banyak dan yang uniknya kita tidak menemukan di dalamnya aktfitas yang sering kita lakukan di hari raya Idul Fitri.
Dia mengatakan, bahwa dalam catatan itu tidak ditemukan bahwa beliau SAW saling bermaafan, bersalam-salaman, saling berkunjung, pulang kampung, menukar uang receh biar bisa bagi-bagi angpau, libur kerja sejak H-7 hingga H+7.
"Juga tidak kita temukan Beliau SAW secara khusus memasak makanan khas lebaran, entah itu ketupat, opor ayam, kue-kue kering dan lainnya," katanya.
Kenyataan ini kata dia, menarik untuk kita diskusikan lebih lanjut. Apakah dengan tidak adanya riwayat itu, lantas hukumnya menjadi haram bagi kita? Apakah benar kaidah yang sering digadang-gadang. "Kala suatu perbuatan itu baik, pastilah Nabi SAW sudah melakukannya," katanya.
Jawabannya kita temukan juga di dalam hadits yang lain, yaitu yang menceritakan kepada kita bagaimana Rasulullah SAW menyaksikan suatu kaum merayakan hari besar mereka dengan berbagai ekspresi, namun ternyata Beliau SAW tidak melarangnya.
Dalam ilmu Ushul Fiqih, kata Ustaz Ahmad, kejadian seperti ini termasuk kategori sunnah taqririyah, alias sunnah yang nabi tidak memerintahkan dan tidak mengerjakan. "Namun membiarkan orang-orang melakukannya dengan sepengetahuan Beliau SAW," katanya.
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari melalui jalur Aisyah, diceritakan tentang budak-budak perempuan yang bernyanyi di rumah Nabi Muhammad SAW pada momen Hari Raya Id. Ada Abu Bakar ketika itu dan di sisi Aisyah ada dua orang budak yang sedang bersenandung.
Isi senandungnya mengingatkan pada peristiwa pembantaian kaum Anshar dalam perang Bu'ats. Aisyah mengatakan dalam hadis itu, bahwa kedua budak tersebut tidak begitu pintar bersenandung. Kemudian Abu Bakar mempertanyakan, "Seruling-seruling setan ada di kediaman Rasulullah SAW?" Lantas, Rasulullah saat itu bersabda, "Abu Bakar, tiap kaum itu punya hari raya, dan sekarang ini adalah hari raya kita."
"Dari situ kita tahu bahwa Nabi SAW mentoleransi orang-orang berekspresi dengan hari raya mereka. Maka kita boleh saja melakukan berbagai aktifitas di hari raya sesuai dengan ekspresi kita masing-masing, selama tidak bertentangan dengan larangan-larangan baku dalam syariah," katanya.