Tim Falakiyah PBNU tak Lihat Hilal, 1 Syawal Jatuh Minggu

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Fakhruddin

Jumat 22 May 2020 19:30 WIB

Tim Falakiyah PBNU tak Lihat Hilal (Ilustrasi) Foto: Antara/Saiful Bahri Tim Falakiyah PBNU tak Lihat Hilal (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Untuk menentukan 1 Syawwal 1441H, tjm falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melakukan rukyatul hilal bil fi'li, Jumat (22/5). Dari hasil pengamatan di sejumlah titik, tim disebut tak menemukan hilal dimanapun.

Dalam Surat Edaran yang diterima Republika, berdasarkan hasil rukyat dan pendapat Al Madzahib Arba'ah, PBNU kemudian memutuskan awal bulan Syawwal 1441 H jatuh pada Ahad (24/5).

Kepada warga NU dan umat Islam umumnya, PBNU mengimbau untuk menyempurnakan ibadah puasa selama 30 hari. Hari Raya Idul Fitri 1441 H/2020 M bisa dilaksanakan pada Ahad (24/5).

Penampakan hilal juga tak terlihat oleh tim falakiyah Kementerian Agama. Pakar astronomi dari Tim Falakiyah Kementerian Agama, Cecep Nurwendaya, menegaskan tidak ada referensi empirik visibilitas (ketampakan) hilal awal Syawal 1441H bisa teramati di seluruh wilayah Indonesia.

Kementerian Agama melalui Tim Falakiyah telah melakukan pengamatan hilal di 80 titik di seluruh Indonesia. "Semua wilayah Indonesia memiliki ketinggian hilal negatif antara minus 5,29 sampai dengan minus 3,96 derajat. Hilal terbenam terlebih dahulu dibanding matahari,” ujar Cecep dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Jumat (22/5). 

Menurut Cecep, penetapan awal bulan Hijriyah didasarkan pada hisab dan rukyat. Proses hisab sudah ada dan dilakukan oleh hampir semua ormas Islam. Untuk saat ini, pemerintah sedang melakukan proses rukyat, dan sedang menunggu hasilnya.

“Secara hisab, awal Syawal 1441H jatuh pada hari Minggu. Ini sifatnya informastif, konfirmasinya menunggu hasil rukyat dan keputusan sidang isbat,” lanjutnya.

Berdasarkan data di Pelabuhan Ratu, posisi hilal awal Syawal 1441H atau pada 29 Ramadan 1441H yang bertepatan dengan 22 Mei 2020, di Pelabuhan Ratu secara astronomis tinggi hilal: minus 4,00 derajat; jarak busur bulan dari matahari: 5,36 derajat; umur hilal minus 6 jam 55 menit 23 detik.

Sementara itu, dasar kriteria imkanurrukyat yang disepakati MABIMS adalah minimal tinggi hilal dua derajat, elongasi minimal 3 derajat, dan umur bulan minimal delapan jam setelah terjadi ijtima'. Hal ini sudah menjadi kesepakatan MABIMS.

Sehubungan itu, karena ketinggian hilal di bawah dua derajat bahkan minus, maka tidak ada referensi pelaporan hilal jika hilal awal Syawal teramati di wilayah Indonesia.