REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Hari Jumat selama Ramadhan, Ahmed Ali Mohamed biasantya akan pergi ke masjid bersama keluarga dan teman-temannya untuk berbuka puasa. “Kemudian kami pulang ke rumah dan mengadakan pesta dengan teman-teman, dan keluarga, dan kerabat, kadang-kadang di rumah nenek atau ibu saya. Tapi Ramadhan ini sangat berbeda." kata dia dari rumahnya di Nairobi, Kenya.
Dilansir di PRI, Senin (18/5) Eastleigh, sebuah lingkungan yang mayoritas Muslim di mana ibu dan nenek Mohamed tinggal, saat ini sedang memberlakukan lockdown dan sebagian besar masjid telah ditutup. Sebaliknya, beberapa masjid menawarkan ceramah virtual melalui Youtube.
“Aku tidak bisa berkunjung sama sekali. Tidak ada yang diizinkan,” kata Mohamed, yang tinggal di daerah lain di Nairobi. Dia mencatat bagaimana polisi dan tentara memasang penghalang jalan di Eastleigh untuk mencegah orang masuk dan keluar dari lingkungan.
Pada 7 Mei, pemerintah Kenya mengumumkan lockdown selama 15 hari di Eastleigh setelah melihat lonjakan kasus Covid-19 di negara ini. Beberapa menuduh pejabat mendiskriminasi umat Islam, karena mereka juga telah melakukan lockdown Kota Tua, daerah yang mayoritas penduduknya Muslim di kota pesisir Mombasa.
"Tidak ada upaya menargetkan siapa pun, kami sama menderita. Penyakit ini tidak memilih dari mana anda berasal," ujar Menteri Dalam Negeri Kenya Fred Matiangi mengatakan kepada para pemimpin Muslim awal pekan ini.
Mohamed tidak merasa lockdown itu diskriminatif kepada Muslim. Bahkan, dia ingat bagaimana Alquran memiliki pedoman khusus tentang apa yang harus dilakukan orang selama pandemi atau wabah.
"Setiap tempat yang berada di bawah karantina, kamu tidak harus masuk. Dan jika kamu berada di dalam kamu tidak harus keluar, Itu hadits dari nabi SAW," ujar dia.
Namun, seperti banyak orang di Nairobi, ia khawatir tentang bagaimana keluarganya akan menghadapi dampak dari karantina itu. Sebagian besar orang yang dulu pergi ke Eastleigh berasal dari luar. Pedagang kecil. Orang-orang yang membawa bahan makanan segar, mereka tidak datang ke Eastleigh lagi.
Warga dan pekerja Eastleigh awalnya memprotes karantina, yang menyebabkan pejabat mengizinkan pekerja penting untuk masuk dan keluar dari lingkungan. Tetapi Mohamed, yang memperdagangkan barang-barang grosir seperti gula dan tepung, mengatakan semakin ketatnya penghentian pasokan pangan tidak hanya di Eastleigh tetapi juga di seluruh negeri. Beberapa minggu sebelum karantina Eastleigh, pemerintah telah mengumumkan lockdown seluruh kota yang berarti Mohamed tidak bisa meninggalkan Nairobi untuk bekerja.
Bahkan kurma suguhan Ramadhan favorit langka atau mahal. "Kami dulu punya kurma, banyak kurma dari sebagian besar negara-negara Timur Tengah, atau Afrika Utara. Kami tidak mendapatkannya karena tidak ada barang yang masuk dari negara itu," ujar dia.
Tanpa pesta buka puasa untuk dinanti-nantikan, Mohamed menghabiskan Ramadhan di rumah dengan istrinya Fatimah, dan dua anak kecil mereka. Alih-alih pergi ke masjid, mereka berdoa di rumah.
"Mayoritas masjid memiliki halaman Youtube, sehingga anda dapat mengikuti khotbah di YouTube. Secara spiritual, anda harus online jika anda ingin berinteraksi atau melihat atau mengajukan pertanyaan dengan para imam," kata dia.
Mohamed menunjuk ke masjid Jamia, yang menutup pintunya untuk pertama kalinya dalam 95 tahun karena pandemi. Saluran TV masjid, Horizon TV, secara teratur merilis ceramah virtual, pemrograman untuk anak-anak, dan wawancara dengan para ilmuwan dan pakar.
Ketika para pemimpin agama di bagian lain wilayah itu berusaha merusak ancaman virus corona, Jamia berusaha untuk menggerakkan pesan yang berbeda kepada para jamaahnya yang menghabiskan bulan Ramadhan di rumah. “Kamu jatuh sakit hari ini. Cari dokter, cari obat, ”kata Sheikh Ibrahim Lethome dalam pesannya baru-baru ini di saluran Youtube Masjid Jamia.