REPUBLIKA.CO.ID, Rasulullah SAW mengajarkan umatnya untuk menghidupkan malam-malam pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Ini karena adanya satu malam yang sangat istimewa, yakni Lailatul Qadar. Sebagaimana hadis riwayat Imam Bukhari nomor 2024 dan Muslim nomor 1174 menerangkan Rasulullah biasa ketika memasuki 10 hari terakhir Ramadhan akan mengencangkan ikat pinggang (bersungguh-sungguh dalam ibadah), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan istri-istrinya untuk beribadah.
Salah satu instrumen yang diajarkan Rasulullah untuk meraih kemuliaan Lailatul Qadar adalah dengan beriktikaf di masjid. Namun, di tengah upaya untuk memutus penyebaran virus korona seperti saat ini, bisakah iktikaf dilaksanakan di rumah? Ustaz Isnan Ansori menjelaskan, iktikaf merupakan ibadah yang sangat istimewa yang senantiasa dilaksanakan Rasulullah setiap Ramadhan. Namun, iktikaf adalah ibadah yang memerlukan tempat untuk melakukannya.
Ustaz Isnan menjelaskan, di antara rukun dalam iktikaf adalah orang yang beriktikaf (harus dilakukan oleh Muslim, baligh, tidak junub atau suci dari hadas besar), niat, tempat iktikaf, dan berdiam diri di dalam tempat iktikaf.
Mengenai tempat dilakukannya iktikaf, menurut ustaz Isnan, para ulama sepakat bahwa iktikaf hanya boleh dilakukan di masjid. Lantas, biasakah iktikaf dilakukan di rumah? Menurut Ustaz Isnan, terdapat istilah Zawiyah atau mushala al-Bait, yakni tempat khusus yang disediakan di salah satu sudut rumah untuk melaksanakan shalat.
Menurut ustaz Isnan, para ulama berpendapat bagi laki-laki tidak sah beriktikaf kendati dilakukan di Zawiyah. Sedangkan, bagi perempuan, Mazhab Hanafi membolehkan beriktikaf dengan catatan tempat tersebut memang khusus untuk untuk shalat.
"Ulama sepakat tempat yang khusus dipakai iktikaf itu sebenarnya adalah jam'i dan masjid. Kalau laki-laki tak sah iktikaf di tempat Zawiyah karena mesti di masjid seperti keumuman, wa antum akifuna fil masajid," kata ustaz Isnan seperti dalam kajian daringnya beberapa hari lalu.
Namun, Ustaz Isnan menjelaskan para ulama juga sepakat bahwa Lailatul Qadar bisa datang kepada seorang Muslim meskipun tidak melalui iktikaf. Bahkan, Ustaz Isnan menjelaskan bisa saja Lailatul Qadar diperoleh seorang Muslim tanpa dirinya merasakan tanda-tanda kedatangannya.
"Karena, tidak disyaratkan harus merasakan kondisi, misalnya semangat ibadahnya berbeda, kondisi alamnya, dan lainnya tidak disyaratkan seperti itu. Bisa jadi malam sepuluh terakhir kita konsisten istiqamah beribadah meski tak ada perbedaan tertentu. Saat kita ibadah, insya Allah bertepatan dengan Lailatul Qadar dicatat sebagai ibadah dan pahalanya dilipatgandakan," ujar dia.
Menurut dia, dalam kondisi seperti saat ini tidak perlu pesimistis hanya karena tidak bisa melaksanakan iktikaf di masjid untuk memperoleh keberkahan Lailatul Qadar. Sebab, menghidupkan malam yang dilakukan Rasulullah dikenal dengan Ihyaul Lail bulan Qiyamul Lail. Ihyaul Lail, menurut ustaz Isnan, adalah setiap ibadah yang bisa dilakukan pada malam-malam Ramadhan. Menurut dia, Lailatul Qadar tetap bisa diraih dengan memperbanyak ibadah lainnya yang bisa dilakukan di rumah, semisal bertadarus, shalat sunah, ataupun berzikir.