REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Puasa menjadi ibadah jasmani dan rohani yang juga bisa diajarkan kepada anak. Dari ibadah ini seorang anak akan belajar keikhlasan hakiki kepada Allah SWT dan selalu merasa diawasi oleh Nya.
”Dengan ibadah ini si anak dapat menekan keinginannya atas makanan dan minuman walaupun lapar dan haus," kata Dr Muhammad Nur Abdul Hafiz Suwaid dalam bukunya "Prophetic Parenting Cara Nabi SAW Mendidik Anak".
Di samping menekan keinginan, si anak juga dapat melatih kesabarannya. Para sahabat membiasakan anak-anak mereka untuk beribadah puasa. Imam Bukhari memberi judul salah satu bab dalam kitab shahihnya dengan nama "Shiyamush Shibyan" (puasanya anak-anak).
Kemudian dia membawakan hadits Umar. Yaitu ketika Umar melihat seseorang yang mabuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan, Umar menghardiknya. "Celakalah engkau! Engkau melakukan ini padahal anak-anak kami sedang puasa!" Umar pun memukulnya.
Ibnu Hajar mengomentari hadits ini: Lafal (Bab Puasanya Anak-anak), artinya diisyaratkan atau tidak? mayoritas ulama mengatakan tidak wajib bagi anak di bawah usia baligh. "Namun Sebagai ulama salaf menganggapnya sunnah," katanya.
Di antaranya adalah Ibnu Sirin dan az-Zuhri dan demikian juga dikatakan oleh asy- Syafi'i mengatakan, bahwa mereka juga diperintahkan untuk mengerjakannya sebagian latihan apabila mereka mampu. Usia yang paling ideal untuk mulai melatih anak puasa adalah 7 tahun. "Batasan usianya adalah tujuh tahun dan sepuluh tahun."
Usia ini juga kata Muhammad Nur sama persis seperti mengajarkan anak untuk ibadah sholat. Ishak memberi batasan usia 12 tahun. Ahmad, dalam salah satu riwayatnya, sepuluh tahun. Al-Auza'i mengatakan, "Apabila mampu berpuasa tiga hari berturut-turut maka dianjurkan untuk berpuasa."
Muhammad Nur menambahkan, yang rajih adalah pendapat mayoritas ulama. Pendapat yang masyhur dalam mazhab Malikiyyah: puasa tidak disyaratkan untuk anak-anak. Menurut penulis, Imam Bukhari telah bersikap lembut dalam memberikan alasan untuk judul bab ini. Yaitu dengan membawakan atsar Umar pada judul bab.
Sebab, pedoman terkuat yang dijadikan sebagai bantahan terhadap hadits-hadits semacam ini adalah amalan sebaliknya dari penduduk kota Madinah. Di sinilah, tidak ada amalan untuk dijadikan sebagai pedoman yang lebih kuat dibandingkan dengan amalan-amalan pada masa Umar, yang jumlahnya para sahabat masih sangat banyak ketika itu.
Umar mencela orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan dengan mengatakan. "Kenapa engkau makan padahal anak-anak kami berpuasa? "Ibnul Majisyun dari mazhab Malikiyah mengungkapkan pendapat yang cukup aneh.
"Di katakan bahwa apabila anak mampu berpuasa, maka dia diwajibkan berpuasa. Apabila dia tidak puasa tanpa alasan yang jelas, maka dia wajib mengqadhanya."