Shalat Tarawih Empat Rakaat Langsung Salam, Bolehkah?

Red: A.Syalaby Ichsan

Jumat 01 May 2020 15:18 WIB

Ahmad Fauzi (kanan) bersama keluarganya melaksanakan shalat tarawih di rumahnya di kawasan Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (27/4). Pemerintah mengimbau umat muslim untuk melaksanakan shalat tarawih selama bulan suci Ramadan dilakukan  di rumah  masing-masing saat pandemi COVID-19 guna mencegah penyebaran COVID-19 Foto: Republika/Thoudy Badai Ahmad Fauzi (kanan) bersama keluarganya melaksanakan shalat tarawih di rumahnya di kawasan Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (27/4). Pemerintah mengimbau umat muslim untuk melaksanakan shalat tarawih selama bulan suci Ramadan dilakukan di rumah masing-masing saat pandemi COVID-19 guna mencegah penyebaran COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, Puasa dan Tarawih menjadi ibadah penyedap Ramadhan. Nikmatnya ibadah ini membuat Ramadhan lebih spesial dibandingkan bulan lainnya. Jutaan rahmat dan ampunan turun dari langit untuk para hamba yang bermunajat di bulan mulia ini.

Berbeda dengan puasa yang relatif tak memiliki perbedaan berarti, pembahasan tentang shalat Tarawih relatif dinamis. Ada jamaah yang shalat Tarawih dengan jumlah rakaat 11, 23, 36, dan sebagainya.

Tak hanya akumulasi rakaat yang diperdebatkan, rangkaian rakaat shalatpun ada yang berbeda. Beberapa ulama mempermasalahkan jika Tarawih dilakukan empat rakaat dengan langsung salam.

Praktik ini memang berbeda dengan shalat dua rakaat kemudian salam yang lazim dipraktikkan Mazhab Syafi'i. 'Untuk membedah masalah ini, Majelis Tarjih Muhammadiyah menukil tiga hadis yang bersumber dari Siti Aisyah RA. Pertama, Tarawih 11 rakaat.

Aisyah RA berkata, Pernah Rasulullah SAW shalat pada waktu antara Isya dan Subuh yang dikenal orang dengan istilah 'alamah, sebanyak 11 rakaat, yaitu beliau salam pada tiap-tiap dua rakaat, dan beliau shalat Witir satu rakaat. (HR Muslim).

Berikutnya, Tarawih 13 rakaat. Aisyah RA berkata: Pernah Rasulullah SAW shalat malam 13 rakaat, beliau berwitir lima rakaat dan beliau tidak duduk di antara rakaat-rakaat itu melainkan pada akhirnya. (HR Bukhari dan Muslim).

Terakhir, Tarawih 11 rakaat dengan rangkaian empat-empat tiga. Diriwayatkan dari Aisyah RA ketika ia ditanya mengenai shalat Rasulullah SAW pada Ramadhan, Aisyah menjawab, "Nabi SAW tidak pernah melakukan shalat sunah pada Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat.

Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana bagus dan indahnya. Ke mudian, beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat lagi tiga rakaat." (HR Bukhari dan Muslim).

Hadis pertama menunjukkan Nabi SAW pernah melakukan sha lat malam dengan dua rakaat lima kali salam dan Witir satu rakaat. Hadis kedua menunjukkan bahwa Nabi SAW shalat delapan rakaat, tetapi tidak diterangkan berapa kali salam.

Adapun hadis ketiga menunjukkan bahwa Nabi SAW shalat malam pada Ramadhan delapan rakaat dengan dua kali salam dan ditutup dengan Witir tiga rakaat. Majelis Tarjih Muhammadiyah menjelaskan, meski tidak secara eksplisit, hadis ketiga menerangkan jika Nabi SAW pernah shalat Tarawih empat rakaat-empat rakaat.

Perkataan kayfa (bagaimana) dalam hadis tersebut menunjukkan bahwa yang ditanya tentang kaifiyah (tata cara) shalat qiyamu Ramadhan di samping menerangkan jumlah rakaatnya. Kedua, kaifiyah itu diperoleh dari lafaz yushalli arba'a.

Lafaz itu mengandung makna bersambung (al washal) secara zahir atau nyata, yakni menyambung empat rakaat dengan sekali salam. Memang ada kemungkinan jika maknanya alfashal (bercerai), yakni menceraikan atau memisahkan dua rakaat salam dan dua rakaat salam.

Meski demikian, merujuk pada Imam ash- Shan'ani dalam kitab Subulus- Salam, makna bersambung itu lebih nyata. Imam Nawawi pun menerangkan jika salam sesudah empat rakaat shalat malam hukumnya boleh. Perkataannya kemudian dikomentari dan dibenarkan Nashiruddin al-Albaniy.

Menurut Al Albany, pendapat ulama yang mengatakan bahwa salam tiap dua rakaat wajib dan bila shalat empat rakaat dengan satu salam tidak sah, hal tersebut menyalahi hadis dari Aisyah yang sahih. Sebagaimana diketahui, hadis Aisyah yang diriwayatkan Imam al Bukhari dan Muslim kuat (rajih) dibanding dengan hadishadis lainnya tentang qiyamu Ramadhan.

Sehubungan dengan itu, ibnu Qayyim al-Jauziy menjelaskan, Dan apabila berbeda riwayat Ibnu Abbas dengan riwayat Aisyah dalam sesuatu hal menyangkut shalat malam Nabi SAW, maka riwayat yang dipegang adalah riwayat Aisyah RA. Beliau lebih tahu apa yang tidak diketahui Ibnu Abbas.

Itulah yang jelas karena Aisyah orang yang lebih mengerti tentang shalat malam Nabi SAW. Sedangkan, Ibnu Abbas hanya menyaksikannya ketika bermalam di rumah bibinya (Maimunah RA). Dr Said bin Ali bin Wahf al Qahthani dalam Ensiklopedia Shalat mempunyai tafsir berbeda. Ucapan Aisyah, "Beliau mengerjakan shalat empat rakaat, kemudian mengerjakan empat rakaat, menunjukkan bahwa di sana terdapat pemisah antara empat rakaat pertama dan empat rakaat kedua serta tiga rakaat terakhir.

Dalam empat rakaat ini, Al Qahthani menjelaskan, Nabi SAW mengucapkan salam pada rakaat keempat dari setiap dua rakaat. Da lam lafaz Muslim disebutkan: Be liau mengucapkan salam setiap dua rakaat dan mengerjakan shalat Witir satu rakaat.

Hadis terakhir ini menafsirkan hadis yang pertama, yakni Rasulullah SAW mengucapkan salam setiap dua rakaat sekali. Ini pun didasarkan pada sabda Nabi SAW: Shalat malam itu dua rakaat, dua rakaat. Oleh karena itu, jika salah seorang diantara kalian takut datangnya waktu Subuh, kerjakanlah satu rakaat saja sebagai Witir bagi shalat yang telah dia kerjakan. (Mutafaq' alaih) dan Muslim). 

Terpopuler