Muslim di Pusat Karantina India, Sahur dan Berbuka Seadanya

Rep: Febryan A/ Red: Ani Nursalikah

Jumat 01 May 2020 03:25 WIB

Muslim di Pusat Karantina India, Sahur dan Berbuka Seadanya. Anggota Jamaah Tabligh menunggu bus yang akan membawa mereka ke fasilitas karantina di Nizamuddin, New Delhi, India, Selasa (31/3). Jamaah Tabligh tetap menggelar pertemuan di tengah kekhawatiran meluasnya penyebaran virus corona. Foto: REUTERS/Adnan Abidi Muslim di Pusat Karantina India, Sahur dan Berbuka Seadanya. Anggota Jamaah Tabligh menunggu bus yang akan membawa mereka ke fasilitas karantina di Nizamuddin, New Delhi, India, Selasa (31/3). Jamaah Tabligh tetap menggelar pertemuan di tengah kekhawatiran meluasnya penyebaran virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Masyarakat Muslim yang dikarantina di pusat karantina Covid-19 Wazirabad, New Delhi, India, mengaku kesulitan menjalankan ibadah puasa. Mereka hanya diberikan makanan seadanya saat sahur dan berbuka. Untuk pulang ke rumah mereka juga tidak diperbolehkan.

Salah satunya adalah Izhar Ahmad (40 tahun). Ia telah dikarantina di sana selama sebulan (masa karantina normal adalah 14 hari). Meski telah diuji sebanyak tiga kali dan menunjukkan hasil negatif Covid-19, ia tetap belum diizinkan pulang.

Baca Juga

"Sudah hampir satu bulan dan tes Covid-19 saya hasilnya negatif, tetapi saya masih di sini, tidak diizinkan bertemu keluarga atau teman-teman saya," kata Ahmad kepada Aljazirah, Kamis (30/4).

Ahmad merupakan anggota organisasi Islam bernama Jamaah Tabligh. Ribuan anggota organisasi itu kini sedang dikarantina di seluruh India. Sebab, mereka menghadiri acara Jamaah Tabligh di Delhi pada awal Maret lalu yang diduga banyak terjadi penyebaran Covid-19.

Sejak saat itu, anggota Jamaah Tabligh disudutkan di media. Tagar #CoronaJihad menjadi tren di Twitter. Bahkan Kelompok sayap kanan Hindu menuduh komunitas Muslim sebagai penyebar virus. Banyak pemimpin Partai Bharatiya Janata (BJP), partai berkuasa, menyebut pertemuan keagamaan itu sebagai "terorisme corona".

Ahmad sendiri dijemput polisi pada 1 April lalu untuk dikarantina. Sekitar empat hingga enam orang, kata dia, ditempatkan di sebuah kamar darurat yang minim kipas. Walhasil kondisi di sana pengap dan lembab.

Tak sampai di situ, derita Ahmad berlanjut soal makanan. Ia mengaku frustrasi dengan kurangnya makanan untuk sahur dan berbuka puasa.

"Mereka tidak menyediakan makanan pada saat sahur dan ketika saatnya berbuka puasa, kami diberi kurma dan dua pisang," katanya.

Cerita serupa datang dari Ibrahim Sultan yang juga dikarantina di tempat yang sama. Ia mengaku telah dua kali dites dan hasilnya negatif Covid-19. Tapi tetap belum diizinkan pulang.

"Saya ingin kembali ke keluarga saya jika saya tidak memiliki corona, kami hanya menunggu di sini dalam kondisi yang buruk dan semakin sulit bagi kami saat bulan Ramadhan," kata Sultan.

Ketua Komisi Minoritas Delhi, Zafarul Islam Khan, menyoroti buruknya kondisi di pusat-pusat karantina. Ia menuntut warga Muslim yang telah dikarantina lebih dari 14 hari segera dibebaskan atau dipulangkan.

Khan mengirimkan surat protesnya ke Menteri Kesehatan Delhi Satyendar Jain pada Selasa (28/4). Khan mengklaim fasilitas untuk makanan dan obat-obatan di pusat karantina amat buruk dan membutuhkan perhatian.

Awal bulan ini, berdasarkan laporan media setempat, dua orang yang terkait dengan Jamaah Tabligh meninggal di pusat karantina Wazirabad. Mereka menderita diabetes dan diduga tidak diberi makanan tepat waktu.

"Sudah 28 hari orang-orang ini berada di pusat karantina, mereka tidak memberikan alasan mengapa mereka tidak dibebaskan," kata Khan kepada Aljazirah, seraya menambahkan Menteri Kesehatan Delhi tidak menjawab satu pun surat-suratnya.

Namun demikian, kata Khan, kipas dan makanan yang layak telah disediakan di pusat-pusat karantina. Ia menyebut hal itu tak terlepas dari intervensi yang dilakukannya. 

Menteri Kesehatan Jain tak memberikan tanggapan atas persoalan ini kepada Aljazirah. Sedangkan salah satu pemimpin di partai Aam Aadmi (AAP), partai pemerintah di New Delhi, menyebut informasi soal buruknya kondisi pusat karantina itu sebagai kebohongan.

 

Terpopuler