REPUBLIKA.CO.ID, BIRMINGHAM -- Bulan suci Ramadhan 1441 H / 2020 M sedang berlangsung. Pusat Masjid Jamia Ghamkol Sharif di Birmingham, Inggris seharusnya penuh oleh jamaah sebagaimana Ramadhan sebelumnya. Tapi pada Ramadhan tahun ini masjid lebih sering kedatangan jenazah.
Masjid di pusat kota Inggris ini telah ditutup untuk merespon pandemi virus corona atau Covid-19. Tempat parkir masjid telah diubah menjadi kamar mayat sementara dengan kapasitas ruang untuk 150 mayat.
Kamar mayat yang dikelola secara sukarela ini menggunakan tenda putih, lemari es industri, dan tumpukan peti mati yang rapi. Ini menjadi bukti banyaknya jumlah korban Covid-19 dari kalangan masyarakat Muslim dan etnis minoritas di Inggris.
Dua wilayah paling beragam di Inggris yakni London dan Midlands yang berpusat di Birmingham telah menyaksikan jumlah kematian terbesar akibat wabah Covid-19. Dilansir dari New York Post, Selasa (28/4).
Mohammed Zahid (44 tahun) yang membantu mendirikan kamar mayat di masjid mengatakan, masjid di Birmingham terutama di distrik South Small Heath Asia rata-rata mengadakan satu atau dua pemakaman setiap pekan. Orang-orang bisa menyaksikan keluarga korban berduka cita.
"Dalam beberapa pekan terakhir, kami melakukan lima sampai enam pemakaman dalam sehari," katanya saat menggunakan alat pelindung diri di antara peti mati.
Aturan jarak sosial pemerintah daerah hanya mengizinkan enam orang untuk menghadiri setiap pemakaman. Semua orang khawatir membayangkan anggota keluarga mereka yang berikutnya menjadi korban Covid-19.
"Semua orang khawatir apakah berikutnya anggota keluarga mereka yang menjadi korban, orang yang mereka cintai," kata Kepala Kesejahteraan dan Layanan Masjid, Saleem Ahmed.
Inggris telah mencatat lebih dari 20.700 kematian di rumah sakit akibat Covid-19. Ribuan orang lainnya kemungkinan telah meninggal di panti jompo.
Virus ini telah menyerang orang-orang dari berbagai usia dan latar belakang termasuk Perdana Menteri Boris Johnson yang menghabiskan tiga malam dalam perawatan intensif. Tetapi bukti menunjukkan bahwa etnis minoritas di Inggris merasakan dampak yang tidak proporsional.
Hingga 17 April, statistik menunjukkan bahwa 16 persen dari mereka yang meninggal di Inggris akibat virus ini berasal dari latar belakang kulit hitam, Asia atau etnis minoritas (BAME). Sekitar 14 persen populasi Inggris berasal dari latar belakang itu.