REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dalam syariat Islam terdapat beragam jenis ibadah puasa.
Isnan Ansory, Lc, MAg dalam bukunya Puasa: Antara Yang Masyru' dan Tidak Masyru' mengatakan, setidaknya, ibadah puasa dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis.
Pertama puasa yang masyru’ atau puasa yang disyariatkan dan kedua puasa yang tidak masyru'. "Maksud dari puasa yang masyru adalah puasa yang disyariatkan dalam Islam," katanya.
Puasa ini kemudian dibedakan menjadi dua hukum. Pertama puasa wajib, dan puasa sunnah. Sedangkan maksud dari puasa yang tidak masyru' adalah puasa yang terdapat larangan dari syariat untuk melakukannya.
"Di mana puasa jenis ini pun dapat dibedakan menjadi dua hukum. Pertama puasa haram, dan kedua puasa makruh," katanya.
Para ulama sepakat bahwa ibadah puasa Ramadhan merupakan ibadah yang disyariatkan atas umat Islam. Bahkan syariat ini termasuk salah satu dari rukun Islam yang lima. Namun puasa apakah yang dimaksud sebagai salah satu rukun Islam tersebut, serta dihukumi wajib atas umat?
Sebab kata dia, puasa yang disyariatkan atas umat Islam, tidak dihukumi dengan satu hukum. Ada yang wajib, dan adapula puasa yang sunnah.
Isnan menuturkan, ada empat jenis puasa yang hukumnya wajib dikerjakan umat Islam yaitu
1. Puasa Ramadhan.
2. Puasa qadha’ Ramadhan.
3. Puasa nazdar.
4. Puasa kaffarat.
Keempat jenis puasa yang wajib ini, satu di antaranya diwajibkan atas dasar waktu, yaitu puasa Ramadhan. Dan puasa Ramadhan inilah yang dimaksud sebagai salah satu rukun Islam yang lima.
"Sedangkan ketiga puasa lainnya, diwajibkan atas sebab perbuatan manusia, yaitu: puasa qadha Ramadhan, puasa nadzar, dan puasa kaffarat," katanya.
Adapun puasa qadha Ramadhan, Isnan menuturkan, meskipun namanya disandarkan kepada Ramadhan, tapi pelaksanaanya malah di luar Ramadhan. Di mana puasa ini kata dia diwajibkan atas dasar tidak berpuasanya seorang Muslim pada Ramadhan.
"Apakah karena sebab adanya uzur syar’i, ataupun karena keliru dan sengaja membatalkannya," katanya.
Untuk itu puasa ini diwajibkan atas dasar kondisi mukallaf sebagaimana telah dijelaskan, bukan karena terkait waktu sebagaimana wajibnya puasa Ramadhan.
Dasar dari wajibnya mengqadha puasa Ramadhan yang terlewat, sebagaimana ditetapkan di dalam dalil-dalil berikut.
"Dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan, boleh tidak berpuasa namun harus mengganti di hari yang lain. (QS Al Baqarah : 185).
Hadist lain terkait hal ini adalah. Aisyah RA berkata: “Di zaman Rasulullah SAW dahulu kami mendapat haid lalu kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintah untuk mengqadha sholat.” (HR Muslim).
Selain puasa qadha’ Ramadhan, ada pula puasa lain yang hukumnya menjadi wajib atas dasar perbuatan mukallaf, yaitu puasa nadzar.
Di mana puasa ini diwajibkan atas dasar mukallaf mewajibkannya karena sumpah yang ia ucapkan jika Allah swt mengabulkan suatu pemintaan yang ia inginkan.
Misalnya ada seorang yang meminta kepada Allah SWT agar diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS), sambil bernadzar kalau cita-citanya terkabul, ia akan berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Maka puasa dua bulan berturut-turut menjadi wajib atasnya apabila Allah SWT mengabulkan doanya.
Nadzar itu sendiri itu, didefinisikan para ulamasebagaimana berikut. Seorang mukallaf secara mukhtar (sadar sepenuhnya) mewajibkan dirinya untuk Allah SWT dalam bentuk perkataan (sumpah), dalam rangka melakukan sesuatu yang tidak dihukumi wajib oleh syariah.
Dengan demikian, nadzar pada dasarnya adalah suatu proses menjadikan perkara yang hukum asalnya tidak wajib, menjadi wajib. Jika nadzar yang dilakukan dalam bentuk puasa, maka puasa tersebutpada dasarnya tidaklah wajib untuk dilakukan.
Namun, karena dinadzarkan, maka hukumnya menjadi wajib. Di antara dalil-dalil yang mewajibkan seseorang mengerjakan apa yang telah menjadi nadzarnya sebagaimana firman Allah dalam surat Al Hajj ayat 29. "Dan hendaklah mereka menunaikan nadzar-nadzar mereka," katanya.
Terakhir puasa yang hukumnya wajib dikerjakan atas umat Islam adalah puasa kaffarat. Puasa ini kerjakan untuk menebus suatu kesalahan tertentu yang telah ditetapkan syariat.
Isnan mengatakan, ada beberapa jenis puasa kaffarah yang telah ditetapkan syariat, antara lain pertama kaffarat karena melanggar sumpah, kedua kaffarat jima Ramadhan, ketiga kafarah melanggar haji, keempat puasa kaffarat kerena menzihar istri.