REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Ramadhan telah tiba dan umat Islam akan melakukan ibadah puasa selama sebulan penuh. Namun, pada hakikatnya puasa bukan hanya sekedar menahan makan dan minum tapi juga menahan diri dari nafsu dan godaan-godaan lainnya.
"Puasa tak cukup hanya menahan makan dan minum. Jika dia tidak meninggalkan hal yang buruk dan keji, maka tidak ada gunanya dan Allah tidak membutuhkannya," ujar Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis kepada Republika beberapa waktu lalu.
Dalam konteks kebangsaan dan keumatan saat ini, lanjutnya, menahan diri di Bulan Ramadhan merupakan latihan untuk memperkuat integritas. Jika umat bisa menahan diri dari godaan di bulan puasa, maka akan menjadi orang yang mempunyai integritas tinggi.
"Orang yang berintegritas itu adalah orang yang mampu menahan diri termasuk peduli kepada yang lain. Di antara juga menahan diri adalah manakala kita berkomitmen dengan apa yang diucapkan sama dengan apa yang kita perbuat," ucapnya.
Agar umat ingin bisa menahan diri di bulan puasa ini, maka salah satu caranya adalah dengan mengingat niat awal dalam melaksanakan ibadah puasa. "Caranya untuk kita tentu menahan diri adalah ingat kepada niat awal dan kedua adalah komitmen dan sungguh-sungguh di dalam merealisasikan niat itu," katanya.
Kiai Cholil menjelaskan bahwa menahan diri di bulan Ramadhan juga merupakan latihan untuk mencapai kesempunaan manusia. Menurut dia, hal itu bisa dicapai jika umat bisa menahan diri dari syahwat, amarah, dan mengontrol keburukan lainnya yang bersifat duniawi.
Selain itu, kata dia, dalam konteks era digital ini puasa juga bisa berarti menahan diri dari sifat riya' dan menahan diri untuk tidak menyakiti orang lain. Karena, menurut dia, keduanya saat ini kerap muncul di media sosial. "Karena itu menahan diri dalam konteks sekarang adalah bagaimana puasa itu menjadi kontrol dari riya'," jelasnya.
Indikasi umat yang bisa menahan diri di bulan puasa salah satunya manakala mampu membaca segala situasi dan tidak larut dalam ego masing-masing. "Kedua adalah tanda berhasil manakala dia mampu memberi jawaban terhadap kondisi kekinian. Ketiga, mana kala dia mampu memberi manfaat kepada yang lain sehingga tak hanya untuk kemauan diri," kata Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok itu.