Niat Puasa Ramadhan dan Pandangan para Ulama

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Ani Nursalikah

Selasa 21 Apr 2020 06:00 WIB

Ilustrasi Ramadhan Foto:

Niat Puasa Ramadhan dan Pandangan para Ulama

Sementara itu, pendapat dari jumhur ulama mengatakan, tidak boleh untuk niat puasa langsung untuk selama satu bulan Ramadhan. Para ulama berpandangan, niat puasa itu harus dilakukan setiap hari dengan cara menghadirkannya di dalam hati dan diniatkan dalam jarak waktu antara malam hingga sebelum subuh.

Imam mazhab seperti Imam Syafi'i, Imam Malik dan Abu Hanifah, bersepakat niat puasa pada suatu hari itu tidak terkait dengan hari lainnya. Pandangan jumhur ulama ini didasarkan pada hadits Nabi SAW, bahwa niat puasa harus dilakukan pada malam harinya.

Terkait dengan pelafalan niat, Abu Maryam menyebut sebenarnya Rasulullah SAW dan para sahabat tidak pernah mencontohkan bagaimana pelafalan niat dalam puasa. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya soal bagaimana penjelasan Rasulullah SAW tentang puasa Ramadhan, apakah harus menetapkan niat setiap hari atau tidak.

Ibnu Taimiyah menjawab, "Setiap orang yang mengetahui esok hari adalah Ramadhan dan dia ingin berpuasa. Maka itu (secara otomatis) berarti dia telah berniat untuk berpuasa. Sama saja, baik itu dia dengan melafalkan cara membaca niat atau tidak melafalkan niat, niat itu sudah maujud di dalam hatinya. Ini adalah perbuatan kaum Muslimin secara umum. Sehingga setiap kaum Muslim itu sudah memiliki niat untuk berpuasa." (Majmu' Fatawa 25:215).

photo
Seorang pedagang berdoa usai melaksanakan shalat di salah satu los Pasar Tradisional Masomba Palu, Sulawesi Tengah. - (Antara/Basri Marzuki)

Menurut Ibnu Taimiyah, niat adalah amalan hati, bukan amalan lisan. Oleh karena itu, menurutnya, niat melakukan ibadah mahdhah, termasuk puasa, cukup dilakukan dalam hati dan tidak perlu diucapkan dengan lisan. Dengan demikian, ketika seseorang akan berpuasa dan dilakukan dengan sadar dan sengaja di dalam hatinya bahwa dirinya akan melakukan puasa, maka itu sudah masuk dalam kategori niat.

Menurut imam empat mazhab, kedudukan niat dalam puasa Ramadhan adalah muthlaq. Sementara mazhab Maliki, Syafi'i dan Hanbali memandang melafadzkan niat adalah wajib. Atas dasar itulah, imam shalat Tarawih disebutkan harus memimpin membaca niat puasa Ramadhan setelah doa shalat witir dengan lafadz sebagai berikut: 

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى

"Nawaitu shauma ghadin 'an ada'i fardi syahri ramadhani hadzihi as-sanati lillahi ta'ala." Artinya: "Aku berniat puasa esok hari (pagi) untuk menunaikan kewajiban di bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Ta'ala."