Ziarah Pusara, Mudik Ala Warga Betawi

Red: Ani Nursalikah

Jumat 07 Jun 2019 21:13 WIB

Muslim saat melakukan ziarah kubur (ilustrasi). Foto:

Sejurus kemudian, Amir dan rombongan bersegera mengawali kegiatan penziarahan dengan membaca Kitab suci Alquran, yakni Surah Al Fatihah, dilanjut dengan Sura Yaasiin, dan sederet kalimat pujian atau shalawat untuk Nabi Muhammad SAW.

Tidak lupa para peziarah juga merapalkan rangkaian doa kepada Allah SWT agar para leluluhur mereka itu diberi kelapangan di alam kubur dan mendapat hidayah untuk selalu berjalan di jalan agama bagi yang masih hidup. Semua orang kemudian larut dalam kondisi tafakur di lokasi permakaman pagi itu.

Kondisi tanah wakaf yang menjadi lokasi permakaman itu memang tidak berubah sejak dulu. Tembok yang menjadi pembatas permakaman itu adalah dinding-dinding bangunan rumah dan perkantoran yang mengimpit di keempat sisi makam.

Iis, salah seorang cucu lainnya dari Almarhum H Marzuki, menjelaskan tidak ada niatan dari keluarga besarnya untuk memindahkan makam kakek neneknya, meski lokasinya kurang nyaman untuk diziarahi. "Di sini memang agak susah untuk parkir kendaraan, apalagi bila beberapa keluarga para peziarah datang secara bersamaan menggunakan mobil. Untungnya masyarakat di sini bersedia meminjamkan halaman rumah karena mereka cukup mengenal keluarga besar Almarhum H Marzuki," ujar Iis, memberi gambaran.

Bagi Amir dan Iis, mengunjungi makam leluhur adalah melaksanakan anjuran agama dan memiliki nilai utama sebagai wadah mempererat ikatan persaudaraan. Amir, yang telah memiliki satu cucu, dan Iis yang beranak dua, tidak ingin generasi penerus mereka kelak tidak saling mengenal.

"Ziarah ini, bagaimana pun caranya, harus tetap ada. Selain sebagai pengingat terhadap begitu dekatnya kematian, momen ini juga menjaga tali persaudaraan. Anak dan cucu saya harus tetap mengenal saudara-saudara mereka," ujar Amir saat membuka pertemuan dengan keluarga besarnya itu.

"Saya senang karena ketemu saudara-saudara yang selama ini jarang dilihat. Mungkin kalau nggak ada ziarah kubur semacam ini, bisa-bisa nggak kenal dengan saudara saat berpapasan di jalan," kata Ayubi yang merupakan generasi keempat dari trah Marzuki, seraya tersenyum.

Lahir dan tumbuh sebagai anak asli Betawi, Amir, Iis, dan Ayubi tentu tidak mengakrabi istilah mudik dalam kamus dan tradisi Lebaran mereka. Maka, ziarah pusara adalah bentuk pulang kampung atau mudik yang paling sederhana bagi Amir, Iis, Ayubi, dan keluarga besar HMarzuki. Mudik adalah tradisi pulang kampung bagi masyarakat Indonesia yang biasa dilakukan para perantau saat datang Hari Raya Idul Fitri.

"Hari ini kita mengingat, nanti kita juga akan diingat. Hari ini kita mendoakan, nanti kita juga akan didoakan. Insya Allah," tutur Iis, menimpali.

Sinar mentari mulai bergerak naik, menyelinap perlahan dari balik dedaunan pohon rambutan yang berdiri kukuh di sudut permakaman. Entah sejak kapan pohon itu tumbuh, Amir dan Iis tidak dapat mengingatnya dengan pasti. Mereka hanya berharap, pohon itu akan tetap berada di tempat tersebut saat generasi cucu Ayubi datang untuk kembali bertafakur, mendoakan arwah leluhur, di momen Umat Muslim merayakan hari yang fitri ini.

Terpopuler