Pada Zaman Sahabat Nabi, Hari Idul Fitri Pernah Berbeda

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Hasanul Rizqa

Selasa 04 Jun 2019 21:08 WIB

Idul Fitri Ilustrasi Foto: Republika/Wihdan Idul Fitri Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) telah mengumumkan 1 Syawal tahun ini jatuh pada besok, Rabu (5/6). Penetapan itu dilakukan setelah Kemenag menggelar sidang isbat, Senin (3/6). Dari pantauan hilal yang dilakukan, Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin dalam pemaparan hasil sidang itu mengatakan, tidak ada yang berhasil melihat hilal.

Bagaimanapun, di beberapa negara lain tidak seperti Indonesia. Arab Saudi dan negara-negara Teluk, misalnya, akan merayakan Idul Fitri pada hari ini, Selasa (4/6).

Baca Juga

Terkait itu, dai ambassador Corps Dai Dompet Dhuafa (Cordofa) Ustaz Alnofiandri Dinar mengatakan, di setiap wilayah memang dapat berbeda-beda mengenai penampakan hilal. Karena itu, wajar bila ada perbedaan hari Idul Fitri antarwilayah atau negara.

Dia meneruskan, patokan penentuan waktu Idul Fitri di Tanah Air adalah pengamatan terhadap hilal di masing-masing tempat di wilayah negara ini. Ketika hilal tak terlihat di Indonesia pada Senin lalu, maka tidak bisa dipaksakan bahwa Idul Fitri mesti jatuh pada Selasa.

Lebih lanjut, dia menuturkan, di zaman sahabat Nabi Muhammad SAW sekalipun pernah terdapat perbedaan waktu hari raya. Hal itu tidak lain karena tidak ada yang melihat hilal.

"Di zaman sahabat Nabi SAW pernah beda Idul Fitri antara di Syam (Suriah dan sekitarnya) dan Madinah. Padahal jarak antarkeduanya dekat. Namun, tampak hilalnya beda. Jadi, beda juga penentuan waktu Idul Fitri-nya," tutur Ustaz Alnof kepada Republika.co.id, Selasa (4/6).

Kisah perbedaan waktu Idul Fitri itu tertuang dalam sebuah hadis yang telah disinggung para imam. Misalnya, Muslim (3/126), Abu Dawud (No. 2332), Nasa’i (4/105-106), Tirmidzi (No. 689), Ibnu Khuzaimah (No. 1916), Daruquthni (2/171), Baihaqy (4/251) dan Ahmad (Al-Fathur-Rabbaani 9/270).

Berikut ini teksnya.

"Dari Kuraib, sesungguhnya Ummu Fadl binti Al-Haarits telah mengutusnya menemui Mu’awiyah di Syam.

Berkata Kuraib, 'Lalu aku datang ke Syam, terus aku selesaikan semua keperluannya. Dan tampaklah olehku (bulan) Ramadhan, sedang aku masih di Syam. Dan aku melihat hilal (Ramadhan) pada malam Jumat.

Kemudian, aku datang ke Madinah pada akhir bulan (Ramadhan). Lalu Abdullah bin Abbas bertanya ke padaku (tentang beberapa hal), kemudian ia menyebutkan tentang hilal. Lalu ia bertanya, 'Kapan kamu melihat hilal (Ramadlan)?'

Jawabku (Kuraib), 'Kami melihatnya pada malam Jumat.'

Ia (Abdullah bin Abbas) bertanya lagi, 'Engkau melihatnya (sendiri)?'

Jawabku, 'Ya! Dan orang banyak juga melihatnya, lalu mereka puasa dan Mu’awiyah puasa.'

Ia berkata, 'Tetapi kami melihatnya pada malam Sabtu, maka senantiasa kami berpuasa sampai kami sempurnakan 30 hari, atau sampai kami melihat hilal (bulan penanda masuk Syawal).'

Aku bertanya, 'Apakah tidak cukup bagimu rukyah (penglihatan) dan puasanya Mu’awiyah?'

Jawabnya, 'Tidak! Begitulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada kami.'"

Terpopuler