Mudik, Pengungsi Muslim, dan Aroma Lebaran di Haugesund

Red: Muhammad Subarkah

Kamis 30 May 2019 03:07 WIB

Warga Norwegia memperingati hari kemerdekaan, 17 Mei. Foto: Savitri Icha Khairunnisa Warga Norwegia memperingati hari kemerdekaan, 17 Mei.

Oleh: Savitri Icha Khairunnisa, Perantau Indonesia di Norwegia

Aroma Lebaran sudah mulai terasa di kalangan muslim Haugesund. Kami mulai dapat undangan makan-makan dan kumpul-kumpul di rumah salah satu sesepuh Indonesia di sini. Jadwal salat Id sudah mulai dibagikan. 


Seperti tahun lalu, salat Idil Fitri akan diadakan di salah satu gedung olah raga milik Pemda Haugesund. Maklum saja karena jumlah jamaah yang akan salat Id lumayan banyak. Masjid Falah-ul-Muslimeen tak bisa menampung karena ukurannya memang kecil saja.

Tadi saya dapat informasi dari Basmah (pemilik toko bahan makanan halal yang orang Irak itu), bahwa yang akan jadi imam salat Id nanti adalah suaminya, Ya'aroub alias Abu Akram. 


Menurut kalender Ramadhan yang diterbitkan masjid, Lebaran tahun ini akan jatuh pada hari Selasa atau Rabu. Sepertinya di Indonesia juga seperti itu, ya?

Sebagaimana tahun lalu, tahun ini kami juga tidak bisa mudik Lebaran. Demikian pula untuk beberapa tahun ke depan, kalau kami masih tinggal di Norwegia. Alasannya adalah karena jadwal anak sekolah masih cukup padat saat Idul Fitri.

Tidak memungkinkan bagi kami untuk meminta izin terlalu banyak ke sekolah untuk Fatih. Batas maksimal izin untuk merayakan hari raya keagamaan bagi anak sekolah di Norwegia adalah 10 hari sekolah. Kalau izinnya lebih dari itu, orangtua akan kena penalti. Mereka akan diminta mendidik anaknya di luar sekolah. Hiks.

Ya bagaimanapun tetap Alhamdulillah. Di tengah keterbatasan masih ada kemudahan untuk bisa merayakan kegembiraan. Rencananya Fatih akan saya mintakan izin sehari saja. Tidak bisa minta lebih dari itu, karena besoknya dia akan ada konser penutupan kelas 7 untuk seluruh orangtua. Dan dia sudah berlatih keras untuk itu bersama teman-temannya.

Satu hal yang juga membesarkan hati. Bukan cuma kami yang tidak bisa mudik. Saudara-saudara sesama muslim dari negeri Arab dan Afrika kebanyakan juga akan merayakan Idul Fitri di sini, di tanah air kedua mereka.

Alasan mereka bukan sekadar jadwal anak sekolah. Tapi kebanyakan Muslim di Haugesund, dan juga di banyak tempat di Norwegia, adalah para pengungsi. Mereka terpaksa hengkang dan terpisah dari sanak saudara di tanah kelahiran akibat perang atau bencana kelaparan. 
Bagi mereka, mudik Lebaran tidak pernah menjadi pilihan apalagi keniscayaan.

Sebuah peringatan bagi kami untuk tetap bersyukur. Meski sama-sama nggak bisa mudik, tapi kami bisa tetap pulang ke Indonesia kapan saja, hanya masalah waktu. Hanya masalah bersabar saja.

Buat teman-teman yang sedang persiapan mudik, selamat bersiap-siap. Semoga segala sesuatunya diberi kemudahan dan kelancaran. Yang sudah sampai di kampung halaman, Alhamdulillah, selamat berkumpul dengan keluarga tercinta. 


Untuk yang belum bisa mudik karena satu dan lain hal, jangan berkecil hati. Kalian tidak sendiri. Ada kami yang menemani meski jauh di seberang samudera.

Tetap semangat menghidupkan malam-malam terakhir di bulan Ramadhan. Semoga kita bisa meraih keistimewaan Lailatul Qadr yang jadi impian kita semua. Aamiin.