Kebersamaan Sahur Ibu Shinta Nuriah dengan Kaum Dhuafa

Red: Nashih Nashrullah

Rabu 29 May 2019 21:02 WIB

Istri Alm. Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriyah Wahid. Foto: Republika/Iman Firmansyah Istri Alm. Abdurrahman Wahid, Shinta Nuriyah Wahid.

REPUBLIKA.CO.ID, BONDOWOSO— Setiap Ramadhan tiba, hampir setiap hari Ibu Shinta Nuriah Abdurrahman Wahid, berkeliling ke sejumlah tempat untuk mengajak para dhuafa dan kaum terpinggirkan melakukan buka puasa bersama.

Namun, mantan ibu negara itu telah meninggalkan kegiatan tersebut. Bukan berarti dia meninggalkan kebiasaannya untuk bersantap bersama kaum tidak punya itu, melainkan hanya mengubah waktunya, dari berbuka bersama menjadi sahur bersama. 

Baca Juga

Istri almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini memiliki alasan mengenai sahur bersma ini. "Kalau buka bersama itu kan bersama-sama membatalkan puasa, kalau sahur artinya bersama-sama mengajak orang berpuasa. Jadi daripada mengajak orang membatalkan puasa, saya sekarang memilih mengajak orang puasa. Kalau sahur bersama artinya kan saya mengajak orang besok berpuasa. Perkara besok setelah sahur bersama mereka puasa atau tidak, bukan urusan saya, yang penting saya sudah mengajak," kata perempuan berkerudung yang lahir di Jombang, Jawa Timur, 8 Maret 1948, ini dalam kegiatan sahur bersama dengan masyarakat di pendopo Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Rabu (29/5) dini hari .

Ibu Shinta yang dalam kegiatan itu didampingi Bupati Bondowoso KH Salwa Arifin, Dandim Bondowoso Letkol Inf Tarmuji, Kapolres Bondowoso AKBP Febriansya dan sejumlah anggota Forkopimda itu juga mengemukakan alasan lainnya memilih kegiatan sahur keliling.

"Alasan lainnya karena kalau buka puasa bersama itu kan sudah banyak dan ada dimana-mana. Ada di masjid, hotel-hotel, rumah gedongan dan lainnya. Bahkan kadang yang mengundang untuk buka puasa bersama itu tidak puasa, termasuk kadang-kadang yang buka puasa bersama juga tidak puasa," katanya sambil tersenyum.

Ibu dari empat anak yang menyandang gelar magister humaniora atau MHum bidang kajian perempuan di Universitas Indonesia ini mengemukakan bahwa dalam kegiatan Ramadhan itu biasanya dia makan bersama dengan kuli bangunan, abang becak, pengamen, dan lainnya. Dia kemudian makan sahur bersama dengan mereka di kolong jembatan, di pasar-pasar atau di pinggir jalan bersama dengan para pengamen.

 

 

 

Terpopuler