Puasa Bangkitkan Kenangan Pengungsi Rohingya di Perantauan

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nashih Nashrullah

Rabu 29 May 2019 19:27 WIB

Dalam foto file bulan September 2017, seorang anak Muslim etnis Rohingya menangis ketika berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Cox Bazar, Bangladesh. Foto: AP/Dar Yasin Dalam foto file bulan September 2017, seorang anak Muslim etnis Rohingya menangis ketika berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Cox Bazar, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA — Selama dua tahun terakhir, selama Ramadhan, Ahmed Kamal (15 tahun) merasakan kesedihan. Sudah lama dia tinggal di kamp Cox's Bazar di Bangladesh.

Pada saat Ramadhan, momen berbuka puasa menjadi waktu yang paling dirindukan Kamal. Biasanya, ibunya, Halima Begum membuat berbagai hidangan. 

Baca Juga

Namun, Begum tewas dalam aksi penumpasan terhadap ribuan orang Rohingya oleh tentara Myanmar pada September 2017. Saat itu, banyak etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh untuk menghindari penganiayaan.

“Ibuku biasa menyiapkan begitu banyak makanan buatan sendiri saat berbuka puasa dan kami semua menikmatinya. Tapi, semuanya tak ada sekarang,” kata Kamal dilansir di Arab News, Rabu (29/5).

Bagi banyak orang Rohingya yang tinggal di Cox's Bazar, Ramadhan membawa nostalgia dan kenangan tentang hari-hari menyenangkan di kampung halaman. 

“Kami dulu berkumpul dengan kerabat selama Ramadhan di rumah kami di Kota Mongdu. Sepanjang tahun, saya biasa menunggu pertemuan saat Ramadhan ini dengan sepupu, kakek-nenek, dan paman dari ibu kami,” ujar Saleha Khatun (13 tahun) yang tinggal di Kamp Kutupalang Bazar.

Kerabat Khatun terbunuh saat peristiwa pada September 2017. Beberapa dari mereka tinggal di Rakhine dan beberapa melarikan diri ke Cox's Bazar. “Keluarga besar kami benar-benar tersebar dan saya sangat merindukan saudara saya Ramadhan ini,” kata dia.

Lebih dari 1,1 juta etnis Rohingya tinggal di berbagai kamp pengungsian. Dari jumlah itu, hampir  750 ribu orang berada di Bangladesh sejak Agustus 2017, ketika kekerasan meningkat di Provinsi Rakhine, Myanmar utara. Bagi sebagian besar orang Rohingya, tahun ini merupakan Ramadhan kedua di Bangladesh sejak gelombang eksodus besar.

“Tahun lalu, kami tidak mendapatkan cukup makanan untuk berbuka puasa. Kadang kami hanya minum air, tetapu tahun ini cukup. Kami menerima makanan dari Program Pangan Dunia (WFP),” kata Rashid Khan yang tinggal di Kamp Balukhali.

WFP juga membagikan kurma kepada keluarga di kamp-kamp pengungsi, khusus saat Ramadhan. Kurma itu merupakan sumbangan dari Qatar.

Petugas komunikasi WFP di Cox's Bazar, Gemma Snowdon, mengatakan lembaganya meningkatkan sistem bantuan makanan menggunakan voucher elektronik (e-voucher) saat Ramadhan. Dengan begitu, setiap keluarga memiliki akses makanan lebih leluasa.  

Dengan menggunakan kartu elektronik, keluarga dapat berbelanja di salah satu gerai e-voucher WFP di kamp, serta mengakses buah dan sayuran segar, telur, ikan kering, dan rempah-rempah.  

Snowdon mengatakan program tersebut memberi orang-orang Rohingya pilihan lebih banyak untuk menu selama Ramadhan. Ada juga penawaran khusus makanan dari pengecer yang mengoperasikan gerai //e-voucher// WFP, sehingga orang dapat menerima lebih dari biasanya.

“Kami percaya bantuan makanan yang berkualitas tidak hanya saat Ramadhan, dan bagi kami untuk melakukan ini, kami mengandalkan dukungan dermawan yang diberikan oleh donatur di seluruh dunia,” ujar Snowdon. n Umi Nur Fadhilah

 

Terpopuler