Semangat Menemani Anak Berpuasa 19 Jam di Haugessund

Red: Muhammad Subarkah

Rabu 29 May 2019 14:01 WIB

Anak sahur dengan mata tertidur. Hidangan diacuhkan. Puasa 19 jam di negara ini memang berat bagi anak-anak. Foto: Savitri Icha Khairunnisa Anak sahur dengan mata tertidur. Hidangan diacuhkan. Puasa 19 jam di negara ini memang berat bagi anak-anak.

Oleh: Savitri Icha Khairunnisa, Perantau Indonesia di Haugesund, Norwegia.

Salah satu keajaiban Ramadhan: duduk dengan mata terpejam, sambil mengunyah dan menyuapkan makanan. Setelah itu 20 menit kemudian isi piring ludes, dan mata si empunya piring masih terpejam. Bisa gitu, ya?

Ini efek samping dari kegiatan Fatih anak saya yang sekolahnya yang tetap padat sampai hari ini. Ditambah karate tiga kali seminggu, dan tingkahnya yang memang nggak bisa diam. Disuruh tidur siang mana mau, karena memang nggak terbiasa. Puasa di Norwegia memang penuh tantangan. Apalagi bagi seorang anak sekolah. Jelas suatu yang sulit dan butuh bimbingan.

Meski Fatih puasa hanya sampai jam 18:00 saja, tapi untuk salat Maghrib dia menunggu sesuai jadwal: jam 22:38, dan terus mundur 2 menit setiap hari. Ritual salat selesai setelah Witir menjelang jam 00:00. Saat itulah dia baru bisa tidur. Nanti jam 03:00 kembali bangun lagi untuk sahur, dan beginilah pemandangannya hampir setiap hari. Bless him!

Tambahan waktu tidur akan dia dapat setelah salat subuh jam 03:47 (dan akan semakin maju 2 menit setiap hari). Lumayan bisa istirahat sampai jam 08:00, saat dia harus bangun dan sekolah lagi. Begitu terus ritmenya sampai Idul Fitri nanti.

Tetep semangat, yo, Le. Puasa kurang 6-7 hari lagi. Percayalah, nanti kamu akan merindukan masa-masa seperti ini. 
Masa di mana kamu mendaras ayat-ayat Alquran sambil menunggu tibanya waktu Maghrib. 
Masa di mana kita memborong malam demi menghidupkan Qiyamul Lail. 
Masa di mana kamu bisa menghabiskan nasi goreng sosis plus telur ceplok dan buncis rebus, plus menghabiskan sekotak susu cokelat dengan mata terpejam.

Jadi ini hanya di Ramadhan. Ingat itu?