150 Seniman Solo Meriahkan Libur Lebaran

Rep: Binti Sholikah/ Red: Esthi Maharani

Rabu 05 Jun 2019 00:07 WIB

Anak-anak yang terlibat dalam pementasan Opera Bakdan Neng Sala dengan lakon Sinta Obong pada 7-9 Juni mendatang tengah berlatih di Taman Budaya Jawa Tengah, Jl Ir Sutami, Solo, Senin (27/5). Foto: Republika/Binti Sholikah Anak-anak yang terlibat dalam pementasan Opera Bakdan Neng Sala dengan lakon Sinta Obong pada 7-9 Juni mendatang tengah berlatih di Taman Budaya Jawa Tengah, Jl Ir Sutami, Solo, Senin (27/5).

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Sebanyak 150 seniman dari Kota Solo menyuguhkan pergelaran seni Opera Bakdan Neng Sala dengan lakon "Sinta Obong" di Benteng Vastenburg, pada libur Lebaran, Jumat-Ahad (7-9/6). Pertunjukan yang mengadopsi dari cerita Ramayana menyuguhkan garap tari dialog dan tembang serta melibatkan seniman lintas usia dari mulai anak - anak hingga dewasa.

Salah satu penulis naskah, Blacius Subono, mengatakan setiap tokoh akan ditonjolkan secara detail. Misalnya tokoh Rahwana yang melihat sosok Sinta bukan hanya seorang wanita tapi disimbolkan seorang ibu pertiwi yang subur dan memakmurkan bangsanya. Tokoh Rahwana juga digambarkan sebagai seorang yang meyakini perbuatannya. 

"Misalnya Rahwana di sini kesetiaan tidak hanya tentang cinta tapi cintanya akan dikorbankan demi kesatuan bangsanya yang dia yakini. Cinta bukan untuk diri pribadi tapi cinta untuk negeri," terangnya saat jumpa pers di Taman Budaya Jawa Tengah, Jl Ir Sutami, Solo, Senin (27/5).

Penulis naskah, ST Wiyono, menyatakan, pergelaran lakon Sinta Obong dalam momen Lebaran kali ini istimewa karena ada dua kali pentas obong-obongan. Panggungnya juga agak istimewa karena dibuat segi empat ada menara di tengah.

"Persoalan cina menjadi sangat utama di sini. Rahwana orang luar biasa. Karena cinta pada negaranya dia sampai mencuri Sinta. Dia ambisius tapi jalannya keliru," ujar ST Wiyono.

Dia menambahkan, Lakon Sinta Obong ini sebenarnya merupakan rangkaian dari beberapa peristiwa yang dianggap penting dalam keseluruhan lakon Ramayana. Garapan dimulai dari episode Anoman Duta, sampai dengan Anoman Obong. Episode berikutnya peristiwa Rama Tambak. Dalam episode tersebut, tim penulis naskah mencoba untuk memfokuskan garapan pada pelestarian dan perawatan ekosistem, dalam hal itu laut beserta kehidupan yang ada di dalamnya. Episode berikutnya berupa Kumbokarna Gugur dan dilanjutkan Brubuh Ngalengka. Puncak garapan berupa episode Sinta Obong.

"Sebenarnya dalam garapan ini episode - episode yang kami rangkai adalah bayangan yang menghantui hati dan sanubari Dewi Sinta. Dia sangat prihatin hanya karena mempertahankan dirinya, terjadilah peristiwa yang sangat luar biasa dan mengakibatkan korban yang tak terhitung jumlahnya," paparnya.

Komposer pementasan, Dedek Wahyudi, mengatakan, dalam pentas kali ini musik dan naskah dibuat dengan cara berbeda. Penitia mencoba menunjukkan kepada masyarakat Solo dan Indonesia jika gamelan mempunyai kekuatan luar biasa untuk digarap.

"Tidak akan kalah dengan musik-musik entertain lain. Ini sebuah perpaduan orkestra barat dan orkestra gamelan," ujarnya.

Terpopuler