Nasi Kebuli Hidangan Hari Besar Islam

Rep: Nugroho Habibi/ Red: Indira Rezkisari

Senin 27 May 2019 09:13 WIB

Nasi kebuli menjadi hidangan berbuka puasa di acara Majelis Dzikir Asmaul Husna Ratib Syamsi Syumus, Tebet, Kamis (16/5). Foto: Republika/Nugroho Habibi Nasi kebuli menjadi hidangan berbuka puasa di acara Majelis Dzikir Asmaul Husna Ratib Syamsi Syumus, Tebet, Kamis (16/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nasi kebuli bisa dibilang selalu muncul pada hari besar Islam misalnya peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Idul Adha, dan juga bulan suci Ramadhan. Mengapa demikian? Mudah saja, karena nasi kebuli merupakan makanan khas Timur Tengah yang telah berkembang di Indonesia.

Umumnya, nasi kebuli dianggap sebagai makanan pokok yang lumrah dikonsumsi bagi keturunan Arab. Begitulah yang disampaikan Sayyid Adnan Al Habsyi, putra pemilik catering nasi kebuli JM dari Bekasi Utara.

"Kakek saya asli Timur Tengah yang hidup di Indonesia. Jadi sejak kecil sudah kenal dengan nasi kebuli. Kakek membawa pembantu (dari Arab) agar memasak kebuli di rumah," kata Adnan saat ditemui di Majelis Zikir Asmaul Husna Ratib Syamsi Syumus, Tebet, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Awalnya, Adnan menjelaskan kedua orang tuanya tidak berminat untuk menjual nasi kebuli di kalangan umum. Sebab, nasi kebuli terbiasa dihidangkan di rumahnya.

Namun, melihat peluang bisnis yang cukup besar, membuat kedua orang tuanya tertarik untuk mengembangkan bisnis katering. Sehingga, kedua orang tuanya meluncurkan katering nasi kebuli JM yang merupakan inisial dari kedua orang tuanya (Jamal-Maryam).

"Awal mula dari Abah yang biasa diundang mengisi acara, pulangnya dapat bingkisan isinya nasi kebuli," katanya.

photo
Nasi kebuli menjadi hidangan berbuka puasa di acara Majelis Dzikir Asmaul Husna Ratib Syamsi Syumus, Tebet, Kamis (16/5).

Kemudian, Ibu Adnan, mendorong Ayahnya untuk membuat masakan nasi kebuli di rumah. Karena sudah terbiasa makan nasi kebuli, kata Adnan, Ayahnya tidak kesulitan untuk membuat nasi kebuli.

Meskipun tidak membuka resto atau kedai nasi kebuli, Adnan menjelaskan, nasi kebuli JM mulai dikenalkan ke orang sekitar melalui sajian hajatan pribadi misalnya kumpul keluarga, hajatan pengajian, khitanan, pernikahan hingga akikah mulai tahun 2011. "Nasi kebuli masakan Abah dan Umi di bagi-bagi pas rumah kita ngadain acara, ternyata banyak yang tertarik. Ada yang pesan saat hajatan," ujarnya.

Sejak saat itu, nasi kebuli JM terus dipromosikan melalui broadcast, media sosial dan mulut ke mulut. Kini, langganannya telah tersebar di berbagai daerah DKI Jakarta hingga kawasan Sukabumi, Jawa Barat.

Adnan menjelaskan, nasi kebuli JM masih mengedepankan tiga bumbu pokok, yakni bawang bombay, kapulaga dan kayu manis. Selain itu, kaldu kambing juga menjadi bumbu wajib untuk nasi apapun lauk yang diminta pemesan.

"Bumbu dapur, santan segar, variasi berupa asinan atau acar, dan bawang goreng. Untuk kaldu, kaldu kambing pasti menjadi bumbu adonan nasi kebuli apapun pesanan lauknya," terangnya.

Adnan mengatakan cara hitung porsi dalam nasi kebuli yakni melalui gidir. Setiap satu gidir, berisi sekitar 20 kilogram beras. Sedangkan, untuk daging dapat disesuai pesanan, shohibul hajat.

Pemesan, menurut Adnan, bisanya meminta untuk mengganti daging kambing dengan sapi atau ayam untuk menemani nasi kebuli. Hal itu, menurutnya, wajar dilakukan karena sudah menjadi budaya tersendiri bagi daerah pemesan. Namun, dia menyebut, terdapat pengecualian untuk acara akikah.

"Acara akikah itu, kita meminta data anak, semisal akikah perempuan, kambingnya satu ekor. Jadi kita siapkan satu ekor. Kalo akikah anak laki-laki, berarti kita siapkan dua ekor kambing berapapun jumlah pesanan untuk nasi kebuli, entah satu gidir atau dua gidir," jelasnya.

photo
Nasi kebuli menjadi hidangan berbuka puasa di acara Majelis Dzikir Asmaul Husna Ratib Syamsi Syumus, Tebet, Kamis (16/5).

Pada bulan suci Ramadhan, kata Adnan, permintaan pesanan juga semakin meningkat. Dalam sehari, Adnan bisa mengeluarkan hingga 20 gidir. Biasanya, pemesan datang dari organisasi atau individu yang sedang melakukan buka bersama di bulan suci Ramadhan. Puncaknya, Adnan menyebut, saat memasuki (penyambutan) Lailatul Qodar dan saat lebaran Idul Fitri.

"Kalau Ramadhan gini, bisa setiap hari ada pesanan, apalagi kalau akhir Ramadhan tuh pasti banyak, tapi kita tidak bisa hitung omset per hari atau bulan, karena sehari ada juga yang tidak dapat pesanan," katanya.

Untuk harga, satu gidir nasi kebuli JM dipatok dengan harga Rp 2,6 juta. Angka itu bisa disesuaikan dengan variasi lauk yang diminta pemesan. "Itu harga komplit, semua kembali disesuaikan dengan permintaan pemesan," jelasnya.

Selain pada bulan suci Ramadhan, pemesan nasi kebuli juga membanjiri katering nasi kebuli JM pada Maulid Nabi Muhammad SAW dan Idul Adha. Dia menyebut, pada kedua hajatan itu, kebuli kateringannya bisa mengeluarkan hingga 50 gidir.

Pada peringatan Maulid Nabi, pemesan mayoritas datang dari Pondok Pesantren langganannya yang berada di Jakarta. Sedangkan, untuk hajatan Idul Adha, pemesan datang dari langganannya yang berada di daerah, seperi Bogor dan Sukabumi. "Kita sudah ada langganan pondok, trus majelis-majelis taklim yang tersebar luas," terangnya.

Terpopuler