Hijrah Fest Ramadhan: JCC Rasa Madinah

Red: Muhammad Subarkah

Sabtu 25 May 2019 12:31 WIB

Hijrah Festival Ramadhan Foto: hijrahfest.com Hijrah Festival Ramadhan

Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Traveler dan Penulis Buku

“Yā ayyuhallażīna āmanụ qū anfusakum wa ahlīkum nāraw wa qụduhan-nāsu wal-ḥijāratu 'alaihā malā`ikatun gilāẓun syidādul lā ya'ṣụnallāha mā amarahum wa yaf'alụna mā yu`marụn…”

Potongan ayat QS A-Athrim:6 itu dibaca dengan tartil. Suaranya jernih. Melengking tinggi. Air mata saya tiba-tiba menderas tak terbendung.

Saya sangat hafal potongan ayat yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Rasanya saya belum pernah menangis seperti ini saat shalat Tarawih, kecuali saat shalat Tarawih di Tanah Suci. Sebab, bukan sekadar ayat yang dibaca imam mengingatkan kita pada siksa neraka. Namun suasana yang terbangun juga sangat mendukung.

Kemarin saya ikut jamaah Tarawih di Hijrah Fest Ramadhan yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC). Sebuah gelaran dakwah anak milenial yang sukses dihelat tahun lalu.

Ada yang berbeda event tahun lalu dengan yang sekarang. Tahun ini event digelar dengan perasaan yang teraduk-aduk, kata Ust Felix Siauw dalam tusiyahnya Jumat (24/5). “Kita tidak bisa menafikan apa yang terjadi di luar sana beberapa hari terakhir ini,” katanya.

photo
Suasana hijrah Fest di JCC Senayan.

Suasana itu memang terasa, karena JCC berada di area Senayan. Aksesnya banyak yang masih ditutup barikade kawat berduri. Seperti kemarin saat saya putar arah di bawah fly over TVRI, arah ke kiri menuju Gedung DPR/MPR sepenuhnya masih ditutup.

Meski suasana di luar JCC berbeda, namun tidak dengan yang di dalam. Sejak memasuki venue saya sudah merasakan parade kesalehan seperti yang terlihat tahun lalu.

Pintu masuk acara dipisahkan antara akhwat dan ikhwan. Seluruh Hall A dan Hall B yang kurang lebih luasnya 8.000 m2 ditutup karpet berwana abu-abu. Peserta harus melepas sepatu. Tas serut bertulis Hijrah Fest Ramadhan dibagikan di loket penukaran tiket untuk menyimpan alas kaki.

Hall A difungsikan sebagai area bazaar. Beragam kebutuhan Muslim ditawarkan. Tak hanya distro atau fashion hijab dengan diskon-diskon yang menggoda. Salah satunya brand hijab favorit saya L. Tru yang memberikan diskon hingga 70%.

Namun juga komunitas dan lembaga filantrofi dengan bermacam kegiatan dakwah yang menarik ditawarkan. Tercatat 30 komunitas Muslim, 270 tenant produk Islam, 50 tenant kuliner, dan kidzone NussaLand hadir dalam event ini.

Salah satunya adalah komunitas #BeraniHijrahBaik yang menawarkan menghapus tato “berbayar” setoran hapalan QS Ar-Rahman yang dapat dicicil sebulan sekali dalam pertemuan.

Saya terharu saat menyaksikan anak muda menyodorkan tangannya yang masih berhias tato pada relawan yang akan melakukan tindakan, sementara wajahnya terlihat telah bercahaya karena air wudhu. “Mudahkan jalan hijrahnya ya Rabb,” bisik saya dalam hati.

photo
Stand penghpuasan tatoo di Hijrah Festival

Lalu ada booth Taaruf Online Indonesia yang menyediakan aplikasi untuk membantu proses ta’aruf. Ini berbeda dengan aplikasi perjodohan lain yang menjadi pembuka jalan maksiat. Aplikasi ini sepenuhnya berjalan sesuai syariat.

Saya tersenyum sewaktu melewati booth Indonesia Tanpa JIL. Semoga kesadaran seperti ini semakin banyak di kalangan milenial Muslim.

Di Hall B sebuah panggung besar didirikan. Lengkap dengan layar selebar 2 meter di tengah, dan dua layar pendukung di kiri-kanan.

Semua acara kajian dipusatkan di tempat ini. Termasuk untuk jamaah shalat wajib dan shalat Tarawih. Di sisi kanan panggung terdapat pintu bertulis “Wudhu Akhwat” dan di pintu sebelahnya “Wudhu Ikhwan”.

Akses itu menuju loading dock sebenarnya. Yang dibuka dan didirikan sebuah tenda besar untuk wudhu. Puluhan kran sementara terpasang dengan air yang mengalir deras.

“Mau dibantu dititipkan barangnya, Bu?” Tanya voluntir yang bertugas.

Di sana memang ada dua remaja perempuan di situ yang tugasnya unik: memegangi orang-orang yang naik turun menuju tenda wudhu. Karena itu adalah loading dock, maka ketinggiannya cukup curam. Untuk memudahkan naik turun, dipasang ramp yang biasanya untuk lewat trolly barang. Karena licin, ditugaskanlah 2 orang voluntir untuk membantu.

Sejak tahun lalu, saya sangat terkesan dengan kecermatan panitia dalam memikirkan kenyaman dan kebutuhan pengunjung. Termasuk tempat wudhu yang sangat vital ini.

Bukan sekadar menyediakan fasilitas. Karena menurut saya, panitia memahami “ruh” acara ini. Akses wudhu yang mudah dan dekat membuat semua orang tak berat langkah untuk selalu menjaga wudhunya.

Kalau hanya satu dua orang mungkin tak masalah. Tapi kalau meniatkan menjaga wudhu ribuan orang, itu perlu diapresiasi. Akses akhwat dan ikhwan yang dibuat jalur terpisah juga mengakomodir kebutuhan ini. Sehingga sekalipun banyak orang, namun tidak tercampur laki-laki dan perempuan.MasyaAllah…

Lima belas menit sebelum adzan Ashar berkumandang, para voluntir yang mengenakan band di lengan bertulis “Petugas Pengatur Shaf” berkeliling mengingatkan. “Afwan Ukhti, sudah menjelang adzan. Yang belum wudhu silakan berwudhu dulu.”

Saya terharu. Ada yang mengingatkan berwudhu di tengah event. Dan yang diingatkan juga tak membuang waktu, segera bergegas menuju tempat wudhu.

Menjelang waktu berbuka, pemandangan tak biasa terjadi. Tanpa banyak yang menyadari, panitia dan para voluntir telah mengatur area untuk ifthar jama’i. Di belakang area kajian. Plastik-plastik panjang dibentangkan. Ditaruh minuman salah satu sponsor dan kurma 3 biji yang dikemas dalam plastik kecil.

Saking rapinya kerja panitia, peserta yang sedang mendengarkan sharing hafidz muda Muzamil Hasballah tidak menyadari kalau tempat ifthar telah siap.

Para voluntir dibrief sejenak di bagian belakang area. Kantong-kantong plastik hitam besar tempat sampah dibagikan. Para voluntir yang bertugas membawa kantong ini langsung menempati spot-spot yang telah ditentukan.

Sepuluh menit menjelang adzan Maghrib berkumandang, semua sudah duduk rapi berhadap-hadapan. Saling berucap salam dengan orang yang duduk di sebelah atau di depannya yang sebelumnya tak kenal. Menawarkan bekal buka puasa yang dibawanya.

Beberapa gadis muda di sekitar saya terlihat membuka mushaf kecilnya. Mendaras Alqur’an di waktu yang diijabah. Beberapa membaca buku Dzikir Pagi & Petang. Beberapa menengadahkan tangan dan berdoa.

Tak ada yang riuh bercanda, seperti pemandangan yang lazim disaksikan saat buka puasa di mall atau pusat keramaian lainnya.

Saya adalah generasi di atas rata-rata mereka yang hadir sore itu. Di zaman saya, yang seperti ini belum ada. Gelaran dakwah dalam kemasan yang luar biasa.

Melihat pemandangan seperti itu, seperti ada tiupan angin sejuk di hati. Generasi Rabbani ini begitu menyejukkan pandangan mata.

Tak menunggu lama, adzan Maghrib berkumandang merdu berlanggam Madinah. Semua membatalkan puasa tanpa banyak bicara. Saya teguk zam-zam yang saya bawa.

Maka, ingatan saya seperti terlempar saat buka puasa di Madinah. Sore ini, saya menyaksikan JCC rasa Madinah!

Tak ada yang berlama-lama. Tak ada yang makan sambil ngobrol dan ketawa-tawa tak berguna. Sepuluh menit berlalu, semua bergegas menuju tempat wudhu dan mendirikan shaf jamaah shalat Maghrib.

Usai shalat Maghrib, ruangan di samping Hall B yang difungsikan sebagai area foodcourt tampak dipenuhi pengunjung. Namun semua tertib antre. Tidak ada yang berebut.

Beragam makanan ditawarkan. Dari ta’jil, sampai makanan berat. Dari nasi kapau sampai gerai makanan Jepang Yoshinoya yang telah bersertifikasi halal.

Semua duduk di lantai yang beralas karpet. Menurut saya ini juga pilihan cermat. Tanpa perlu menyediakan meja dan kursi, ruangan muat orang lebih banyak.

Tak ada orang yang membuang waktu dengan menanti kursi kosong. Sekaligus tak ada yang makan sambil berdiri atau berseliweran. Begitu dapat makanan, segera duduk di mana saja, sepanjang tidak mengganggu jalan.

Petugas yang membawa kantong plastik besar untuk mengumpulkan sampah siap siaga. Selesai makan, sampah langsung dibuang di tempatnya. Tidak ada yang meninggalkan kotoran di mana-mana.

Lagi-lagi, hal kecil ini membuat saya terharu. Anak-anak muda yang sholeh/sholehah. Air muka yang jernih. Tertib. Bersih. Ini adalah wajah Islam sesungguhnya.

Suasana yang terbangun sejak sore itulah yang membuat dada saya terasa sesak. Dan puncaknya saat shalat Tarawih, tangis saya tak terbendung.

Shalat Tarawih yang diimami hafidz muda ini sangat mengharu biru. Tak hanya bacaannya yang sangat tartil dan indah. Namun, pada beberapa ayat, terdengar isak tangisnya, yang membuat jamaah ikut sesenggukan.

Seperti saat sampai pada ayat, “Kullu nafsin dzaiqatul maut…” yang sempat diulangnya beberapa kali karena tersendat suara tangis. Kita diingatkan bahwa setiap yang berjiwa pasti akan mati. Entah hari ini, entah esok pagi, entah kapan waktu yang ditentukan.

Shalat yang dilakukan dua rekaat-dua rekaat itu, setiap dua rekaatnya tak kurang dari 15 menit. Karena panjangnya surat yang dibaca.

Di akhir shalat Witir, ditutup dengan doa qunut untuk mendoakan umat Muslim di seluruh dunia. Saya yang besar dalam tradisi Muhammdiyah, sebenarnya sangat jarang shalat dengan qunut.

Doa ini saya aminkan sepenuh hati. Untuk kebaikan saudara-saudara kita yang tengah teraniaya di negerinya.

Juga untuk kebaikan negeri ini yang sedang dirundung duka di bulan Ramadhan yang mulia. Semoga Allah selalu curahkan keberkahanNya.

Usai Tarawih, acara dilanjutkan dengan kajian. Lalu istirahat di ruangan yang telah disediakan. Pukul 02.00 dini hari, peserta dibangunkan untuk shalat Qiyamul Lail. Dilanjutkan makan sahur. Usai shalat Subuh dan kajian Subuh, acara selesai.

Venue acara akan dikosongkan dari pukul 06.00-10.00, dan dibuka kembali untuk acara hari ini. Menyambut para Sahabat Hijrah.

Saya menaruh asa pada anak-anak muda yang hadir hari itu. Generasi Rabbani yang menyejukkan hati. Semoga Allah izinkan mereka suatu saat nanti memimpin negeri ini.

Amiiinn YRA…

Follow me on IG @uttiek.herlambang

Tulisan dan foto-foto ini telah dipublikasikan di www.uttiek.blogspot.com dan akun media sosial @uttiek_mpanjiastuti