Ramadan Itu Bulan Hidayah (2-Habis)

Red: Hasanul Rizqa

Rabu 22 May 2019 17:12 WIB

Imam Shamsi Ali saat tampil di program iMPRESI Republika TV. Foto: Republika Imam Shamsi Ali saat tampil di program iMPRESI Republika TV.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Shamsi Ali (Presiden Nusantara Foundation)

Ini adalah cerita yang telah berkali-kali saya sampaikan dalam banyak kesempatan. Tapi sebagia pengingat dan penguat, saya sampaikan sekali lagi.

Baca Juga

Cerita pertama adalah cerita sang Ibu yang tersentuh dengan bacaan Alquran di Yankee stadium pasca-9/11 di kota New York, Amerika Serikat.

Sekitar dua minggu setelah serangan teror di kota New York, Amerika Serikat, saya diundang oleh kantor walikota New York untuk mewakili Komunitas Muslim di sebuah acara besar yang dinamai “National Prayer for America”. Atau doa nasional untuk Amerika.

Saya hadir bersama seorang imam lainnya. Kebetulan memang hanya dua orang yang diundang sebagai pembicara mewakili komunitas Muslim. Saya bersama Imam E. Pasha, Imam masjid Malcom X di Harlem New York.

Singkat cerita saya memilih membaca beberapa ayat pilihan dari Alquran. Saya memang persiapkan secara matang. Selain matang dari segi makna, juga yang terbaik dari segi bacaan. Alhamdulillah acara berlangsung baik dan mendapat sambutan positif yang luar biasa.

Tiga bulan setelah acara itu saya mendapat telpon dari seorang wanita di kota New York. Menurutnya telah mencari saya tiga bulan berturut-turut, sejak acara dì Yankee Stadium itu.

Singkatnya, dia menceritakan bahwa tiga bulan lalu di saat saya membaca Alquran itu, dia adalah seorang Kristen. Tapi dia menonton saya membaca dan mendengarkan bacaan itu. Tanpa beliau sadari ketika itu, beliau menangis meneteskan airmata mendengarkan bacaan tersebut.

Akhirnya dia ke sebuah perpustakaan meminjam buku tentang Islam. Ternyata yang dia pinjam adalah Alquran. Menurutnya lagi, setiap malam dia baca Alquran itu, tentu dalam terjemahan, pasti merasa tenang dan tertidur pulas. Padahal, beliau termasuk orang yang sulit tertidur.

Tiga bulan beliau baca Alquran hampir tamat. Akhirnya dia cari orang Islam. Ternyata tidak jauh dari rumahnya itu ada masjid. Di masjid itulah dia masuk Islam.

Karena masjid itu mengenal saya, maka dia diberikan nomor saya. Dan alhamdulillah, komunikasi antara saya dan beliau tersambung. Walau sejujurnya, hingga saat ini saya belum sempat bertemu dengan wanita itu. Hanya komunikasi lewat telepon.

Cerita kedua, seorang pemuda Amerika yang masuk Islam hanya tiga hari setelah 9/11. Ceritanya berawal ketika saya diminta juga membaca doa di Kawasan Down Town kota Manhattan pasca-9/11 itu.

Setelah berdoa tiba-tiba seseorang dari belakang menepuk pundak saya dan mengaku Muslim. Awalnya, saya hampir tidak percaya. Maklum kecurigaan saat itu sangat tinggi.

Setelah Saya tanya kapan masuk Islamnya? Dia menjawab: baru kemarin. Saya semakin terkejut karena masa-masa itu adalah masa di mana kecurigaan dan kemarahan warga Amerika sangat tinggi.

Diapun bercerita bahwa ketika terjadi serangan 9/11 dia menonton CNN. Salah seorang penyiar (anchor) CNN menyatakan: “Jika anda ingin tahu inspirasi teror, baca Alquran”.

Orang itu mencari toko buku untuk membeli Alquran. Itu hari pertama 9/11. Tujuan membeli Alquran adalah untuk menemukan satu kata dalam Alquran, yaitu kata “teror”.

Apa yang terjadi? Semakin dia baca Alquran itu untuk menemukan kata teror, semakin tidak dia temukan kata itu. Justru yang dia temukan dalam bahasa dia adalah “jewels” (mutiara-mutiara).

Maka pada hari ketiga dia membaca Alquran dia datang ke sebuah masjid, tepatnya Islamic Cultural Center of New York, dan mendeklarasikan syahadatnya.

Kedua cerita di atas adalah secuil dari fakta-fakta yang pernah hadir dalam sejarah manusia betapa Alquran dengan kekuatan yang dahsyat itu mampu menundukkan apa saja, termasuk hati manusia yang terkadang bagaikan batu bahkan lebih keras dari batu (kal-hijarah aw asyaddu qashwah).

Cerita masuknya Islam Umar RA adalah cerita yang tidak pernah akan bisa dipisahkan dari kemukjizatan Alquran. Demikian pula tiga ulama di dunia Barat. Syeikh Yusuf Estes, Hamzah Yusuf dan Yusuf Islam. Semuanya menemukan Hidayah Islam melalui sentuhan Alquran.

Maka di bulan Ramadan ini, bulan Alquran, mari kita latih jiwa dan hati kita menjadi lebih lembut, lebih tunduk dan patuh kepada Alquran. Mari membaca Alquran, tidak sekedar membaca. Tapi belajar menghadirkan rasa khusyu’ dalam jiwa ketika membacanya.

Tidakkah masanya hati-hati manusia tunduk khusyu’ kepada Dzikrullah (Alquran).”

Sebab, hanya dengan hati yang demikian yang tandanya ada iman yang sesungguhhya: “dan jika ayat-ayat Allah dibacakan maka bertambahlah iman mereka dalam keimanan” (Alquran).

Jangan sampai di bulan Ramadan ini justeru kita membaca tapi tidak mau tahu, tidak mau sadar akan kebesaran Kalam Allah. “Am alaa quluubihim aqfaaluha”? (Apakah pada hati mereka ada penghalang)?

Semoga Allah menjaga kita.

 

New York, 22 Mei 2019

Terpopuler