Pengalaman Puasa 20 Jam: Sahur di Laut Arab, Buka di Paris

Red: Israr Itah

Rabu 22 May 2019 05:19 WIB

Masjid Agung Paris Foto: REPUBLIKA/Israr Itah Masjid Agung Paris

REPUBLIKA.CO.ID, Pernahkah Anda berkhayal punya uang banyak kemudian 'mengakali' puasa dengan uang Anda tersebut? Saya pernah. Waktu kecil tentunya. Bukan sekadar berkhayal, melainkan juga membicarakannya dengan teman-teman. Maklum, namanya anak-anak.

Dalam pikiran saya dan teman-teman saat itu, orang kaya bisa sahur di tempat yang waktu imsyaknya berakhir lebih lama, kemudian berbuka di tempat maghribnya datang lebih cepat. Tak terpikir letihnya menempuh perjalanan jauh cuma untuk 'akal-akalan' seperti itu. Ya, namanya anak-anak.

Tapi ternyata, khayalan-khayalan itu sekarang terwujud. Bukan karena saya orang kaya, melainkan karena harus memenuhi undangan seorang teman. Tapi, tidak persis seperti bayangan saya dulu, melainkan sebaliknya. Saya sahur di tempat yang imsaknya lebih cepat, kemudian berbuka di daerah yang waktu berbukanya lebih lama.

Ceritanya, saya diundang ke Paris oleh seorang rekan pada bulan lalu. Namun karena mendadak dan saya tak bisa memenuhi tenggat pengurusan visa, maka undangan itu diundur. Alhasil, kesempatan kedua itu datang saat Ramadhan sudah berjalan.

Awalnya saya sempat hendak menolak karena beragam alasan pribadi yang sulit diungkapkan, namun akhirnya tak punya alasan untuk tidak memenuhinya.

Saya berangkat Kamis (16/5) pukul 00.40 dini hari WIB menuju Doha, Qatar. Saya baru menyantap sahur sekitar pukul 06.30 WIB di atas pesawat. Itu berdasarkan pemberitahuan dari pramugari. Yang saya ingat, pesawat sudah mulai memasuki Laut Arab. Pukul 11.20 WIB, setelah transit selama dua jam, saya melanjutkan perjalanan dari Doha menuju Paris yang memakan waktu sekitar 6 jam.

photo
Waktu Shalat di Paris.

Tiba di Paris, saya disambut cuaca dingin sekitar 16 derajat Celcius, plus informasi bahwa waktu berbuka di sana adalah pukul 21.27 atau Jumat (17/5) dini hari pukul 02.27 WIB! Berarti, saya harus berpuasa sekitar 12,5 jam di pesawat ditambah 7,5 jam di Kota Paris yang dingin. Alamak!

Tapi, saya kemudian teringat membaca coretan ibu rumah tangga asal Indonesia yang tinggal di Norwegia dan berpuasa selama 19 sampai 20 jam. Ia beserta keluarganya dapat menjalankannya dengan baik. Malu rasanya untuk tidak berpuasa, meskipun saya dapat menggunakan opsi sebagai musafir untuk itu. Jadilah dengan bermodal doa, saya mencoba membulatkan tekad untuk tetap berpuasa.

Dengan kondisi lelah perjalanan jauh, saya mendarat di Terminal 1 Bandara Charles de Gaulle, Paris sekitar pukul 13.15. Sekitar pukul 14.00, saya sudah menunggu Roissybus dari bandara dengan tujuan Opera Garnier, gedung pertunjukan opera di Paris. Tiket bus saya beli di vending machine dengan biaya 12 euro. Hanya menunggu sekitar lima menit, saya sudah duduk di bus yang mirip dengan Transjakarta ini.

photo
Salah satu sisi Gedung Opera Paris

Butuh waktu sekitar setengah jam lebih untuk sampai di Opera. Saya sengaja memilih bus agar bisa melihat-lihat suasana Kota Paris. Menurut petunjuk arah yang saya terima setelah tiba di Opera, saya harus menyambung naik Metro, kereta bawah tanah di Paris, untuk menuju tempat saya menginap di Boulougne Billancourt, salah satu kotamadya, sebut saja seperti itu, di pinggiran barat Kota Paris. Kalau patokannya Menara Eiffel, tempat saya menginap di Boulougne Billancourt hanya berjarak sekitar 6,8 km.

Tapi mumpung di Opera, saya berfoto lebih dulu di sekitar bangunan yang diarsiteki Charles Garnier dan selesai pada 1875. Kemudian dengan bantuan google maps, saya menuju stasiun Metro menuju Boulougne. Cukup menguras tenaga karena saya harus berjalan turun naik tangga untuk mencapai jalur Metro nomor 9 yang harus saya naiki.

photo
Jalur Metro Paris