Ngaji dan Nyalakan Lentera di Hati Sepanjang Ramadhan

Red: Muhammad Subarkah

Selasa 21 May 2019 02:43 WIB

Mengaji dan belajar membaca Alquran. Foto: Uttiek M Panji Astuti Mengaji dan belajar membaca Alquran.

Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Penulis Buku dan Traveller

“Mbak, saya pengin kirim Yassin untuk bapak, tapi saya tidak bisa membacanya,” bisiknya lirih.

Deg!

Jantung saya rasanya mau lepas. Tak terasa sudut mata saya menghangat.

Saya mendengar kabar kalau ayahnya baru saja meninggal karena kecelakaan. Ia sekadar ingin membaca QS Yassin pun tak bisa. Karena tidak bisa membaca Alqur’an. Berusaha membaca tulisan latinnya, terbata-bata dan tidak nyaman.

Saya yang hanya mendengar saja sedih. Apalagi ia yang mengalaminya.

“Yuk, setiap Dzuhur ya, aku tunggu di sini. Aku ajarin sampai bisa,” jawab saya sambil senyum.

Ini bukan yang pertama. Kali lain, “Tiek, hasil tes dokter sudah keluar. Kanker sudah menyebar. Ajarin gue baca Alqur’an ya. Gue pengin bisa ngaji.”

Permintaan seperti itu selalu membuat mata saya basah. Hati saya apalagi. Bersyukur karena hidayah akhirnya datang pada mereka.

Sekaligus sedih, karena saya tahu persis mereka adalah kelompok terdidik. Lulusan sekolah-sekolah terbaik. Menguasai banyak hal. Tapi tidak bisa membaca Alqur’an….

Keprihatinan ini sebenarnya sudah lama diserukan Buya Hamka. Saat pelajaran menulis dan membaca Arab Melayu dihapus dari sekolah-sekolah. Tak perlu menunggu waktu, angka buta aksara Alqur’an langsung meledak.

Angka buta huruf latin diberantas. Tapi buta huruf Alqur’an seperti dibiarkan. Riset yang dilakukan Institut Ilmu Alquran (IIQ) mencatat sekitar 65 persen masyarakat Indonesia buta huruf Alquran.

Innalillahi wa innailaihi rojiun.

Padahal Alqur’an adalah petunjuk hidup. Bagaimana bisa menggunakannya, sementara membacanya pun tak bisa.

Sebenarnya, beberapa pemerintah daerah sudah ada yang menyelenggarakan gerakan wajib mengaji. Pun, pemerintah pusat juga mencanangkan program Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji (Gemar Mengaji).

Di tingkat anak-anak, bisa jadi angkanya sudah bisa ditekan melalui TPA-TPA yang mudah diakses. Angka buta aksara Alqur’an ini justru masih tinggi pada usia dewasa dan lansia.

Beberapa lembaga nirlaba dan ormas Islam juga sudah banyak yang bergerak. Seperti dai-dai muda yang dikirim ke perbatasan dalam program Safari Guru Ngaji ke Pelosok Negeri oleh Khafilah Pembelajar al Qur'an Nusantara.

Berbeda dengan zaman saya kecil dulu, belajar mengaji benar-benar dengan mengeja alif-ba-ta. Kini banyak metode yang bisa digunakan. Selain iqra’ yang sudah sangat populer.

Ada juga metode Tsaqifa. “Cukup 5 kali pertemuan, masing-masing 1.5 jam. InsyaAllah sudah bisa membaca Alqur’an,” terang dai muda Akbar Fachreza yang sempat menjadi pengajar program ini pada Ramadhan tahun 2015 di pelosok Sintang, Kalimantan dan 2016 di Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Mengajar orang dewasa tidak sama dengan mengajar anak-anak. Mengajar orang dewasa “lebih sulit”. Setidaknya itu yang saya rasakan. “Kenapa gue jadi dudul gini ya, Tiek? Diajarin enggak bisa-bisa,” keluh teman saya yang minta diajari mengaji ini.

Lain lagi cerita Ust Akbar Fachreza di pedalaman, “Mengajar nenek-nenek yang bau kemenyan, Mbak. Belum lagi ibu-ibu genit yang mepet-mepet ngajak foto,” ujarnya yang mau tidak mau membuat saya tersenyum.

“Tapi senang kalau akhirnya mereka bisa. Ada seorang pengusaha di Kalimantan yang penghasilannya ratusan juta, tapi tidak bisa membaca Alqur’an. Alhamdulillah, diajari 3 kali sudah bisa membaca.”

“Pernah sedih juga. Ada ibu yang pekerjaannya nelayan. Tidak hanya buta huruf Alqur’an tapi juga buta huruf latin. Mengajarnya harus dobel. Dia tidak punya waktu belajar, karena harus mencari nafkah.”

Kenyataan ini adalah tanggung jawab kita bersama. Tak perlu saling menyalahkan. Allah sediakan ladang amal bagi yang sudah bisa membaca Alqur’an. Coba tengok kiri-kanan. Siapa tahu ada yang membutuhkan uluran tangan kita.

Saya selalu punya target dobel di bulan Ramadhan. Kalau di hari biasa one day one juz. Di bulan Ramadhan targetnya khatam 2 kali. Tidak mudah memang, karena kesibukan sehari-hari tetap harus berjalan seperti biasa.

Tapi, rasanya malu hati. Para alim telah menyontohkan bagaimana bersemangatnya mengisi Ramadhan dengan mendaras Alqur’an. Saya dengan segunung dosa, masak tidak mau mengusahakannya?

Tercatat dalam Siyar A’lam An-Nubala’, Muhammad bin Idri Asy-Syafi’i yang kita kenal dengan Imam Syafi’i setiap Ramadhan khatam Alqur'an 60 kali. Itu artinya, khatam Alqur’an sehari dua kali.

Penulis kitab “Tarikh Dimasyq”, Ibnu ‘Asakir dengan nama kunyah Abul Qasim, khatam Alqur'an sehari sekali di bulan Ramadhan.

Qatadah bin Da’amah di hari biasa mengkhatamkan Alqur’an seminggu sekali. Namun di bulan Ramadhan ia mengkhatamkannya tiga hari sekali. Dan di sepuluh hari terakhir, ia mengkhatamkan setiap malamnya.

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” [QS Al Baqarah: 185]

Ramadhan adalah bulannya Alqur’an. Ini momentum yang sangat tepat untuk memulainya. Bagi yang sudah bisa, yuk, cari siapa yang membutuhkan untuk diajari.

Bagi yang berlebih rezeki, mari dibagi untuk membantu program-program seperti Safari Guru Ngaji ke Pelosok Negeri.

Bagi yang belum bisa, ini saatnya belajar. Jangan ditunda lagi!

Karena Alqur’an nyalakan lentera di hati.

Follow me on IG @uttiek.herlambang

Tulisan dan foto-foto ini telah dipublikasikan di www.uttiek.blogspot.com dan akun media sosial @uttiek_mpanjiastuti