Asal Usul Bubur Samin, Menu Buka Khas Masjid Darussalam Solo

Rep: Binti Sholikah/ Red: Christiyaningsih

Senin 20 May 2019 16:29 WIB

Panitia Masjid Darussalam Solo memasak bubur samin. Foto: Republika/Binti Sholikah Panitia Masjid Darussalam Solo memasak bubur samin.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Setiap hari selama bulan Ramadhan, puluhan warga terlihat memenuhi halaman Masjid Darussalam, Jalan Gatot Subroto, Jayengan, Kecamatan Serengan, Solo. Mereka mengantre untuk mendapatkan takjil berupa bubur samin. Bubur samin adalah bubur khas masyarakat Banjar, Kalimantan.

Tradisi pembagian bubur samin gratis kepada masyarakat umum tersebut telah dilaksanakan Masjid Darussalam sejak 1985. Sampai sekarang, bubur samin masih diminati oleh warga sekitar masjid bahkan dari luar Solo sebagai menu buka puasa.

Baca Juga

Ketua Takmir Masjid Darussalam Jayengan, Muhammad Rosidi Muhdor, mengatakan menu bubur samin di Masjid Darussalam sebetulnya sudah ada sejak 1930. Akan tetapi kala itu bubur samin hanya untuk kalangan internal Masjid Darussalam yang dahulu masih berupa Langgar.

Pada 1965, langgar dirobohkan dan diganti dengan bangunan masjid. Saat itu, menu bubur samin masih disajikan untuk internal buka bersama di Masjid Darussalam.

"Baru pada 1985 panitia takmir masjid berikrar akan memberikan bubur banjar samin ini dengan gratis, berdasarkan dari hadis, barang siapa memberi orang yang berpuasa maka pahalanya seperti orang yang berpuasa itu dan tidak mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut," ucap Rosidi saat ditemui Republika di Masjid Darussalam, belum lama ini.

Saat pertama kali membagikan bubur samin gratis kepada warga, beras yang dimasak hanya 15 kilogram. Sekarang, beras yang dimasak bubur samin sudah menjadi 50 kilogram per hari. Setelah dimasak, beras tersebut menjadi 1.100 porsi.

Sebanyak 200 porsi untuk takjil buka bersama di Masjid Darussalam. Sedangkan 900 porsi untuk dibagikan kepada masyarakat umum. "Bukan hanya fakir miskin tapi siapa saja yang berhasrat buka puasa dengan bubur samin," imbuhnya.