Cerita Dai Indonesia tentang Seorang Kristen di Korsel

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Hasanul Rizqa

Ahad 19 May 2019 17:11 WIB

Dai Ambassador Dompet Dhuafa 2019 di Korea Selatan, Ridloni Jauhar Marzuq, bersama Nuna Moon, seorang Kristen yang merupakan penasihat Masjid At-Taqwa Foto: dok. Istimewa Dai Ambassador Dompet Dhuafa 2019 di Korea Selatan, Ridloni Jauhar Marzuq, bersama Nuna Moon, seorang Kristen yang merupakan penasihat Masjid At-Taqwa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dai Ambassador Dompet Dhuafa di Korea Selatan (Korsel), Ustaz Ridloni Jauhar Marzuq, mengisahkan sosok Nuna Moon. Dalam bahasa setempat, istilah nuna berarti sapaan untuk perempuan, semacam mbak di Indonesia.

Moon merupakan seorang pemeluk Kristen, tetapi turut serta menaruh perhatian besar terhadap Masjid at-Taqwa di Kota Choenan, Korsel.

Baca Juga

Ustaz Jauhar menuturkan, Nuna Moon memang bukanlah Muslimah, akan tetapi sama-sama berdarah Indonesia. Dia berasal dari sukubangsa Batak dan memiliki suami seorang Korea Selatan. Moon telah menetap di Negeri Gingseng sejak 15 tahun silam.

Meski seorang Nasrani, Nuna Moon diterima dengan baik oleh komunitas Muslimin setempat. Demikian pula sebaliknya. Malahan, posisinya adalah sebagai salah satu penasihat Masjid At-Taqwa. Ustaz Jauhar mengistilahkannya sebagai "pengikut gereja, penasihat Masjid At-Taqwa."

"Nuna Moon, meskipun Kristen, sangat perhatian sekali dengan Masjid At-Taqwa. Kantornya yang dekat masjid memudahkannya sering berkunjung ke Masjid," kata Ustaz Jauhar saat dihubungi Republika.co.id dari Jakarta, Ahad (19/5).

Ia bercerita sedikit tentang kepribadian Nuna Moon yang hangat. Menurut Ustaz Jauhar, dia akan sangat bawel bila sudah terkait aspek kenyamanan jamaah di Masjid at-Taqwa.

Misalnya, jika ada jendela yang terbuka, padahal mesin penyejuk ruangan (AC) menyala. Demikian pula ketika lampu-lampu belum dimatikan, padahal di masjid sudah tak ada orang sama sekali. Bagi Ustaz Jauhar, Nuna Moon "cerewet" semata-mata demi kebaikan Masjid at-Taqwa.

Ya, menurut Ustaz Jauhar, masjid tempatnya berdakwah menjadi sangat terbantu dengan adanya Nuna Moon. Apalagi, dialah yang menjembatani antara jamaah atau dai yang baru tiba di Korsel. Sebab, dia sudah lancar berbahasa Korea.

Di samping itu, lanjut Ustaz Jauhar, suami Nuna Moon juga tak jarang ikut membantu beberapa urusan masjid, misalnya, ketika mesti menghubungi otoritas setempat atau tokoh setempat.

Adanya kolaborasi ini menandakan kemakmuran suatu masjid dapat diisi oleh siapapun, tanpa melihat perbedaan agama, selama berkaitan dengan muamalah atau hubungan antarsesama manusia.

Dalam hal ini, Ustaz Jauhar memandang Masjid at-Taqwa berhasil mengajarkan sebuah potret toleransi sesungguhnya.

"Masjid tidak merasa risih menjadikan orang Kristen sebagai penasihat, dan Nuna Moon yang beragama Kristen tidak pernah merasa berat mengulurkan tangan untuk Masjid at-Taqwa," tambahnya.