Kerja Bangunan di Gurun UEA, Puasa Mehdi Jalan Terus

Rep: M Riza Wahyu Pratama/ Red: Reiny Dwinanda

Jumat 17 May 2019 16:32 WIB

Malik Afzal Mehdi, mandor yang bekerja untuk proyek konstruksi di UEA, tak merasa puasa memberatkan meski ia bekerja di luar ruang, di tengah panasnya hawa gurun. Foto: Gulf News Malik Afzal Mehdi, mandor yang bekerja untuk proyek konstruksi di UEA, tak merasa puasa memberatkan meski ia bekerja di luar ruang, di tengah panasnya hawa gurun.

REPUBLIKA.CO.ID, SHARJAH -- Sebagaimana ribuan pekerja konstruksi di Uni Emirat Arab (UEA), Malik Afzal Mehdi mengatakan, ia mampu bertahan menghadapi panas, haus, dan lapar. Mandor yang bekerja pada salah satu perusahaan konstruksi di Sharjah itu mengungkapkan, proyek pembangunan negara tidak berhenti saat Ramadhan.

Mehdi adalah seorang ekspatriat asal Pakistan berusia 57 tahun. Ia mengaku sudah melakoni pekerjaan tersebut sejak 1980.

Saat itu, Mehdi bergabung dengan Tentara Pakistan sebagai tukang batu. Setelah bekerja 18 tahun, ia pensiun kemudian merantau ke UEA pada 2004. Di sana, ia bergabung dengan sebuah perusahaan konstruksi sebagai buruh kasar.

Selama ini, Mehdi mengaku sudah bekerja membangun 12 menara di Dubai dan Sharjah. Namun, semangat kerjanya tidak pernah berkurang meski puasa sekalipun.

Sebagai bagian dari pekerja luar ruangan yang berada di bawah terik matahari, Mehdi mempertahankan puasanya di bulan Ramadhan.

"Saya tidak melihat pekerjaan ini sebagai beban. Kami semua datang untuk bekerja dan mendapatkan uang untuk keluarga," kata bapak lima anak itu.

Di bulan Ramadhan, Mehdi dan rekan-rekannya memulai aktivitasnya pada pukul 03.30 waktu setempat. Mereka memulai aktivitas dengan makan sahur dan dilanjutkan dengan melaksanakan shalat Subuh pada pukul 04.30 kemudian bersama-sama naik bus menuju tempat kerja.

Mereka akan sampai di tempat kerja pada pukul 05.00 dan mulai bekerja pada pukul 06.00. Saat Ramadhan, jam kerja mereka berkurang. Tugas akan selesai pada pukul 12.00.

Sebagai pekerja kontrak, ketika pekerjaan kami telah selesai sebelum waktunya, mereka dapat memilih untuk bekerja lembur demi mendapatkan bonus. Kebanyakan dari pekerja memilih lembur.

"Sebagai mandor, saya mengawasi seluruh tugas sehingga saya adalah orang terakhir yang meninggalkan tempat kerja," tutur Mehdi seperti dikutip Gulf News.

Setelah menyelesaikan jam lembur hingga pukul 14.00. Para pekerja pulang dan kembali di penginapan pada pukul 15.00. Setelah itu, para pekerja bebas melakukan aktivitasnya untuk beristirahat dan menyiapkan hidangan iftar.

"Saya terbiasa mengikuti rutinitas tetap. Termasuk di bulan-bulan lain. Setiap pagi saya bangun sekitar pukul 04.00, hanya sedikit lebih awal selama bulan Ramadhan. Saya biasa tidur pada pukul 21.30. Di bulan Ramadhan kami mendapatkan waktu istirahat di sore hari. Akan tetapi, di hari-hari lainnya, kami harus tidur lebih awal untuk menyiapkan energi bekerja sepanjang hari,” kata Mehdi yang menganggap pengalaman sebagai tentara membantunya melatih disiplin.

Mehdi memulai karirnya di UEA sebagai pekerja kasar dengan gaji sebesar enam ratus dirham UEA (sekitar Rp 2.365.155). Namun, dalam beberapa hari setelahnya, Mehdi diminta untuk membantu mengelola pekerja.

Pengalamannya sebagai tentara membuat kariernya cepat naik menjadi mandor. Saat ini, Mehdi mendapatkan tiga ribu dirham UEA (sekitar Rp11.825.777), termasuk upah lemburnya.

Ia mengatakan bahwa ia menyukai dan nyaman dengan pekerjaannya. Penghasilannya dapat membantunya hidup sampai saat ini.

"Saya merasa tidak mudah lelah, walaupun saat Ramadhan sekalipun. Saya telah terbiasa bekerja keras sejak dini. Rata-rata, rekan saya juga memiliki latar belakang serupa. Saya tidak mengatakan bahwa pekerjaa ini tidak berat. Hanya saja saya tidak keberatan. Pasalnya pekerjaan ini memberi saya makan dan memberi uang sekolah anak saya," tutur pria asal Desa Dhok Bidder, Jhelum, Punjab, Pakistan itu.

Terpopuler