REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari tiga fase pencernaan, sahur terjadi di tahap terakhir, yakni fase penyusunan. Durasinya dimulai sejak pukul 20.00 malam hingga pukul 04.00 pagi. Saat inilah, zat-zat yang diperlukan bagi peremajaan sel-sel yang rusak dibentuk.
Puasa yang dilakukan belasan jam sebelumnya memicu akselerasi pembersihan dan peremajaan sel. Dengan berpuasa, kita tidak memasukkan makanan selama 14 jam, yakni dari sahur pukul 04.00 (misalnya) sampai buka sekitar pukul 18.00.
Ini berarti memperpanjang fase pembersihan serta menghemat energi dan nutrisi esensial untuk nantinya dipergunakan tubuh selama detoksifikasi dan regenerasi sel.
Faedah yang didapat tubuh selama puasa, hendaknya didukung dengan asupan sahur yang baik. Makanan ideal untuk bersahur adalah buah-buahan yang padat kalori (energi) serta mudah dicerna.
Misalnya, kurma. Ini pula yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW sendiri. Sebagai pengganti kurma di Indonesia bisa buah-buah lainnya, seperti pisang. Sebab, buah itu padat kalori, mudah dicerna, dan meningkatkan pertumbuhan bakteri yang baik. Di luar itu, bisa buah-buahan lain.
Untuk asupan minum, sebaiknya pilih jus buah yang ditambah madu atau gula.
Sedangkan untuk berbuka, dapat diawali dengan minuman manis yang mengandung gula dan madu. Sebab, kandungannya dapat langsung diserap dan memberi energi pada organ pencernaan.
Kemudian takjil (makanan kecil) dengan buah kurma dan kolak pisang, bubur kacang hijau, atau es buah. Setelah shalat maghrib, barulah dapat memakan sajian yang lengkap. Sesudah shalat tarawih, boleh dilanjutkan makan takjil atau buah.
Konsumsi suplemen nutrisi esensial diperlukan untuk menopang berbagai metabolisme tubuh. Hal ini diperlukan untuk menggantikan unsur-unsur nutrisi esensial yang terkandung dalam makanan mengalami kerusakan akibat pengolahan makanan yang suhu tinggi.