Ramadhan di Venezia: Puasa Di Negeri Kanal Air

Red: Muhammad Subarkah

Sabtu 18 May 2019 02:57 WIB

Suasana tumpengan di Pavuliun Indonesia di Venizia. Banyak seniman yang hadir tetap berpuasa. Tumpengan hanya menjadi simbol syukuran saja dengan menyodorkan piring kosong. Foto: Dini Kusmana Massabuau Suasana tumpengan di Pavuliun Indonesia di Venizia. Banyak seniman yang hadir tetap berpuasa. Tumpengan hanya menjadi simbol syukuran saja dengan menyodorkan piring kosong.

Oleh: Dini Kusmana Massabuau, Perantauan Indonesia di Venizia yang tinggal di Prancis.

Edisi ramadhan pertama, saya menulis puasa sebagai perantauan di Prancis. Salah satunya sebagai muslimah yang menikah dengan mualaf dan ramadhan bersama keluarga.

Kali ini dikarenakan tugas sebagai jurnalis, saya harus membuat liputan di Venezia  untuk sebuah acara seni kontemporer Biennale yang mana dua seniman indonesia  Syagini Ratna Wulan dan Handiwirman Saputra terseleksi karyanya di ajang festifal bergengsi di Italia ini.

Sebagai muslim tentu saja meskipun musafir biasanya saya selalu mencoba untuk berpuasa jika kekuatan mengijinkan. Tapi pas tugas datang saya sebagai wanita berhalangan untuk melaksanakan puasa. Yah hitung-hitung jadi lebih bisa konsetrasi penuh dengan pengambilan gambar. Maklum sebagai kontributor sebuah televisi swasta saya itu bekerja solo. Dari mulai pengambilan gambar, pembuatan naskah dan pengeditan.

photo
Kami tetap berpuasa di Venizia

Di acara ini saya bertemu dan berkenalan dengan beberapa orang dari instasi pemerintah dan juga seniman yang Muslim dari Tanah Air. Karena itu saya memilih untuk untuk bercerita pengalaman saya mengenai mereka, karena bagi saya sangat menarik untuk dibahas.

Dari beberapa yang hadir karena tugas negara istilahnya, ternyata hanya sedikit yang memilih untuk tetap berpuasa. Selebihnya untuk keamanan dan konsentrasi bekerja memilih sebagai musafir, alias tidak berpuasa dulu dan diganti nantinya.

Seniman Handiwirman Saputra misalnya, mengaku dirinya meskipun sebagai musafir tapi berniat untuk menjalankan ibadah Ramadhan yang baginya kesempatan emas karena hanya datang setahun sekali. Mengenai kesulitan waktu yang lama, menurut Handi yang karyanya sudah lebih dulu terkenal di Venezia ini, memang berbeda dengan di Indonesia, namun cuaca yang cukup sejuk membuatnya tidak terlalu terasa haus, bahkan lebih nikmat tuturnya sambil dibawa kerja dalam pengaturan instalasi karya seninya.

photo
Menghayati Ramadhan di Venizia

Di Arsenale tempat Paviliun Indonesia ini terdapat, ada dua muslim lainnya yang juga saya sempat ajak bincang-bincang soal ramadhan. Sempat kaget juga saya, pasalnya, keduanya untuk sahur aja, benar-benar ala kadarnya. Namanya juga di hotel. Dan keduanya justru yang dari pagi sudah harus bersibuk dan berkutat di stand indonesia sampai ditutupnya paviliun itu.

Agus Kristianto Jayusman, yang dipanggil akrab Kris salah satu yang bekerja untuk Bekraf berbincang-bincang dengan saya soal pengalaman dia selama puasa di venezia ini sambil bekerja.

''Saya memang sengaja puasa walaupun bisa saja sih sebagai musafir mendapat keringanan. Tapi saya tetap ingin juga merasakan bagaimana sih saudara Muslim kita yang hidup diperantauan sini misalnya menjalankan puasa dengan waktu yang lama dan suasana yang tidak mendukung sama sekali'',

Dia kemudian melanjutkan, ''Tadinya saya berpikir akan sulit karena biasanya bulan Mei sudah panas ya, tapi alhamdulillah buat saya ini mukjizat, karena justru suhu lumayan dingin enaklah'' kata Kris menambahkan.

''Kalau untuk sahur saya menyiasatinya dengan makan malam lebih banyak dari biasanya. Ini karena kan seharian kita berada di paviliun dan berdiri lebih banyaknya, jadi ketika waktunya buka saya mencoba makan lebih banyak dari biasa, karena sahur biasanya cuma dengan biskuit dan teh manis saja boleh dibilang ala kadarnya namanya juga di hotel tapi alhamdulillah bisa lancar,'' tukasnya.

photo
Suasana Venizia

Begitu juga dengan Nunung Mulyani, yang bertugas sebagai resepsionis di acara ini. Dirinya dari pagi hingga acara ditutup selama berhari-hari terlihat berdiri terus. Saya sampai kadang iba melihatnya, tapi ia mengaku sudah biasa dengan puasa sambil tetap bekerja. Nunung yang baru saja menyelesaikan kuliah di Bologna Italia mengaku bila puasa di negeri non Muslim ini memang luar biasa rasanya. Ada rasa sedih tapi bahagia ketika bisa melewati.

''Benar sih kadang saya merasa sangat sendiri, Bayangkan saja di kampus itu teman-teman saya kan non Muslim semua. Jadi banyak yang tidak mengerti mengapa saya berpuasa. Belum lagi masalah waktu yang sangat lama dan suhu udara yang panas, tapi cobaannya itu adalah bertepatan dengan masa ujian. Alhamdulillah sejauh ini saya berusaha untuk tetap melaksanakan Ramadhan, walau kadang terasa banget sedihnya, ketika berbuka hanya sendiri belum lagi rindu berat dengan tarawih di masjid yang mana tidak mungkin di sini kita bisa lakukan,'' tutur Nunung.

Handi, Kris dan Nunung ketiganya memang memilih untuk tetap berpuasa meskipun secara kondisi Islam memudahkan mereka bila ingin menggantikan dilain hari. Ini karena sedang dalam perjalanan.

Bahkan mencari makananpun mereka sangat hati-hati. Mereka mengaku, sebisa mungkin mencari makanan halal. Namun di Venezia ini sangat tidak mudah, jadi pilihan makanan laut atau vegetarian yang menjadi menu keseharian. Mengenai soal shalat juga hal sama, karena harus bekerja terpaksa kebanyakan mereka melakukan dengan jamak takhir atau jamak qosor.

Waktu puasa di Venezia sekitar 17 jam dan akan bertambah menjadi hampir 18 jam. Namun bagi Handi, Kris dan Nunung, puasa di tempat yang indah seperti Venezia kota dengan dikelilingi air, dengan pemandangan teluk hingga laut, membuat ibadah mereka menjadi lebih terasa bermakna dan sejuk. Ketiganya memiliki khas yang sama untuk berbuka yaitu kebiasaan minum teh manis layaknya di Indonesia. Mungkin yang membedakan menurut Kris dan Nunung adalah, tajilnya adalah gelato italia yang sangat enak!

photo
Suasana keriuhan naik Gondola di Venizia.

Nah, bertemu dengan saudara Muslim di negara di mana Islam atau Ramadhan tidaklah mereka kenal, namun saudara seiman masih beristikomah untuk menjalankan ibadah menambah semangat saya sebagai sebagai perantauan muslim. Ramadhan memang bulan yang suci, bulan yang istimewa tidak heran begitu banyaknya orang berlomba untuk memanfaatkan kejaiban bulan Ramadhan ini.

''Ya Allah pertemukanlah aku dengan Ramadhan, dan pertemukanlah Ramadhan denganku, dan jadikanlah amal ibadahku pada bulan mulia itu diterima disisi-Mu.''

photo
Bangunan tua dan kanal di Venizia

 

Terpopuler