Dilema Kuli Bangunan Pertahankan Puasa Ramadhan

Rep: Riza Wahyu Pratama/ Red: Nashih Nashrullah

Rabu 15 May 2019 19:43 WIB

Sejumlah pekerja sedang menarik kabel pada pekerjaan galian kabel PLN di sekitar Sunter Kemayoran Jakarta, Senin (29/5). Foto: Republika / Darmawan Sejumlah pekerja sedang menarik kabel pada pekerjaan galian kabel PLN di sekitar Sunter Kemayoran Jakarta, Senin (29/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Puasa bagi sebagian orang dirasa cukup memberatkan karena profesi. Pekerja bangunan, Joko (45), misalnya. Dia mengaku tidak berpuasa. Alasannya, pekerjaan yang dilakoninya menuntut untuk memperbanyak minum. Pasalnya, dia bekerja di bawah terik matahari sejak pukul 09.00-17.00 WIB, Rabu (15/5). 

"Puasa sih pas awal-awalnya doang. Tapi sejak kerja nggak kuat lagi," kata pria asal Cilacap, Jawa Tengah itu. 

Baca Juga

Dia menambahkan, jika dirinya ikut berpuasa, dikhawatirkan ritme kerjanya menjadi lebih lambat. Sehingga pekerjaannya tidak selesai pada batas waktu yang ditetapkan. "Ini (proyek) harus selesai sebelum lebaran. Kalau lemas takutnya nanti nggak keburu kerjaannya," ucap Joko. 

Saat ini Joko sedang mengerjakan proyek trotoar di dalam Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat. Proyek tersebut telah dimulai 9 Mei hingga dua pekan setelahnya. "Ini kan (trotoar) mau dipakai buat mudik," ujarnya. 

Sedangkan Aswani (46) mengaku, bekerja sebagai tukang bangunan merupakan hal yang cukup berat. Tak jarang dia harus lembur hingga pukul 22.00 WIB. Dia mengaku, jangankan soal puasa, untuk istirahat pun juga terbatas. "Lembur, selain biar cepet kelar, juga buat tambah penghasilan. Lumayan kan Rp 200 ribu sehari. Hitung-hitung buat lebaran nanti," ujarnya.

Meskipun tidak berpuasa. Mereka berdua mengaku, sebenarnya tetap ingin menjalankan ibadah puasa. "Tapi keadaannya bagaimana lagi, daripada sakit kan?" ucap Joko.