REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan membuka pintu yang lebar untuk edukasi anak dalam banyak hal. Pelatih dan motivator parenting dari Malaysia, Zaid Mohammad, mengatakan orang tua bahkan bisa mengajarkan anandanya cara mengatur keuangan dengan mengunjungi pasar yang menjajakan hidangan berbuka puasa.
Dalam beberapa hari sebelum Ramadhan, Zaid mengaku mendapatkan banyak cerita soal mahalnya makanan yang dijual di pasar. Salah satu temannya bahkan mengatakan, dia menyesal membeli roti jhon rasa keju seharga RM 10 (sekitar Rp 35 ribu) dan tak menemukan keju di dalamnya.
Beberapa teman Zaid yang lain mengeluhkan, mereka menghabiskan RM 50 (sekitar Rp 175 ribu) dalam satu kali belanja di pasar. Apa pelajaran pengasuhan yang bisa diambil dari kejadian-kejadian yang jamak dialami masyarkat tersebut?
Menurut Zaid, pasar memang melambangkan kecintaan kita pada makanan. Anak-anak harus mengetahui hal tersebut.
Jajanan di pasar melintasi sekat antar agama, ras, dan budaya. Walau bagaimanapun, perlu disoroti pula perihal kecenderungan tak sehat dalam pesta makanan saat puasa.
Biasanya, orang-orang meninggalkan pasar dengan banyak kantong plastik, seolah-olah mereka membeli barang untuk seluruh tetangganya. Sayangnya, banyak dari belanjaan tersebut terbuang sia-sia.
Apa yang salah dengan hal itu? Zaid melihatnya sebagai ketidakmampuan dalam mengendalikan diri. Para pedagang mengambil keuntungan dari hal itu. Sebagai orang tua, memberi teladan tentu akan lebih mengena untuk ditiru anak untuk cerdas secara finansial.
"Oleh karena itu, pastikan membeli makanan yang paling dibutuhkan saja," kata Zaid.
Inti masalahnya, menurut Zaid, bukan pada belanja makanan. Akan tetapi, berbelanja dalam jumlah besar jelas akan membuang-buang makanan dan tentu saja tidak baik.
Lantas pelajaran apa yang bisa dipetik anak dengan mengamati perilaku jajan berlebihan di pasar takjil? Zaid mengatakan, solusinya adalah menelusuri seberapa banyak makanan yang kita konsumsi dalam satu hari. Tiap keluarga perlu memahami bahwa saat bulan puasa, kebutuhan makanan sebenarnya tidak berubah secara drastis.
Tentu, ada beberapa hidangan yang hanya muncul saat puasa. Mungkin itu menggoda kita untuk mencicipinya.
Zaid menganjurkan agar masyarakat tak membelinya sebagai tambahan makanan dalam menu keseharian. Solusinya adalah mengganti menu harian dengan makanan spesial yang ingin dicicipi tersebut.
Berikutnya, Zaid menganjurkan agar orang tua membatasi jumlah uang tunai yang dibawa ke pasar. Lantas, buat perkiraan harga makanan untuk keluarga dan belanjalah sesuai dengan catatan tersebut.
"Saya selalu melakukannya dan saya melihat hal tersebut sangat efektif," ucap Zaid seperti dilansir New Straits Times.
Zaid juga mengajak orang tua untuk yakinlah bahwa apa yang dibeli sudah cukup. Ayah dan ibu harus bisa menujukkan kepada anandanya bahwa meskipun perasaan ingin berbelanja terus menguat, kita harus yakin bahwa besok masih ada kesempatan yang sama untuk berbelanja di kios lain.
Selain itu, diperlukan pula pengetahuan soal harga makanan. Zaid menyarankan untuk membeli makanan pada kios yang menampilkan harga dengan jelas. Tanpa kejelasan label harga, beberapa pedagang akan mengambil keuntungan untuk menjual lebih mahal.
Kadang kala, ada rasa tidak nyaman saat menolak makanan yang dipesan. Hal itulah yang terjadi pada pria yang menyesal setelah membayar roti jhon seharga RM 10.
Jadi, orang tua dapat mengajarkan anaknya untuk belajar mengatakan "tidak". Pada kenyataannya, kita harus mengurangi makanan yang dikonsumsi. Selain itu, katakan “tidak” untuk makanan Ramadhan yang harganya terlalu mahal.
Di samping itu, Zaid menyerukan agar orang tua tak mengikuti kerumunan orang. Jangan pula menuruti semua keinginan makan Anda. Kendalikan dan tetapkan target diri sendiri agar anak tak meniru kebiasaan belanja sesuai tren.
Zaid juga mengajak orang tua untuk menentukan anggaran khusus untuk Ramadhan. Uang yang disisakan dapat disalurkan pada aktivitas lain yang lebih bermakna, seperti bederma untuk keluarga yang membutuhkan.