Cerita Ustaz Kopri Nurzen, Shalat Tarawih di Selandia Baru

Rep: Muhyiddin/ Red: Hasanul Rizqa

Senin 13 May 2019 23:09 WIB

Ustaz Kopri Nurzen saat berpose dengan seorang petugas kepolisian di Auckland, Selandia Baru, Senin (13/5) Foto: Dok Pri Ustaz Kopri Nurzen saat berpose dengan seorang petugas kepolisian di Auckland, Selandia Baru, Senin (13/5)

REPUBLIKA.CO.ID, AUCKLAND -- Dua bulan setelah tragedi penembakan jamaah sejumlah masjid di Christchurch, Selandia Baru, salah seorang dai ambassador Dompet Dhuafa, Ustaz Kopri Nurzen mengisahkan suasana Ramadhan di sana. Dia menuturkan, Senin (13/5) malam waktu setempat, suasana Ramadhan berlangsung di tengah masyarakat Selandia Baru yang majemuk.

Bagaimanapun, lanjut dia, tak dapat dipungkiri, tragedi di Christchurch pada Maret lalu telah melukai hati umat Islam dan khususnya masyarakat Selandia Baru.

Baca Juga

Tak seperti yang diinginkan para teroris. Solidaritas di antara warga setempat justru kian terbangun. Kaum Muslimin setempat merasa diperlakukan dengan baik oleh penduduk di sana. Hal yang sama juga terlihat pada bulan Ramadhan tahun ini.

Ustaz Kopri Nurzen menjelaskan, Ramadhan tahun ini tidak hanya menjadi bulan besar bagi umat Islam. Kehadiran Ramadhan juga menjadi istimewa bagi masyarakat Selandia Baru.

Sebagai contoh. Ketika umat Islam melaksanakan shalat tarawih, kepolisian setempat kompak mengawal sekitar masjid. Tujuannya untuk memberikan kenyamanan beribadah bagi mereka di sana.

Pengawalan itu dilakukan sebagai bentuk dukungan pascatragedi di Christchurch beberapa waktu lalu.

"Setiap tarawih, masjid-masjid dijaga oleh polisi dengan senjata laras panjang untuk memberikan kenyamanan kepada orang-orang yang shalat. Hal itu sebagai bentuk dukungan pemerintah New Zealand (Selandia Baru) kepada umat Islam pascaperistiwa penembakan di Crishchurch beberapa waktu lalu," ujar Kopri dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (13/5).

Terlepas dari tragedi penembakan masjid di Christchurch, Selandia Baru sudah lama menjadi negeri multietnis. Mayoritas penduduk di sana merupakan pendatang sehingga membuat Selandia Baru terbiasa bertoleransi antarwarganya.

photo
Ustaz Kopri Nurzen bersama para jamaah shalat tarawih di masjid di Auckland, Selandia Baru, Senin (13/5). (Dok. Ist)

Umat Islam di Selandia Baru juga terbilang heterogen. Mereka, lanjut Ustaz Kopri, berasal dari latar belakang etnis yang beraneka. Bagaimanapun, kemajemukan mereka terbingkai dalam nilai yang sama, yakni persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah).

"Ada yang berasal dari Fiji, India, Pakistan, Bangladesh, Timur Tengah, Asia Tenggara, China, Eropa, Afrika dan sebagainya. Semua menyatu dalam shaf-shaf shalat tarawih dan shalat fardhu yang lima waktu," kata Kopri.

Saat ini, Kopri dan kolega sesama da'i Ambasador Dompet Dhuafa di Selandia Baru sedang mengemban tugas menyampaikannya syiar Islam. Pesan-pesan perdamaian yang merupakan intisari dari ajaran Islam akan terus dikumandangkan di bumi Selandia Baru, khususnya selama Ramadhan.