Puasa Merekatkan Umat Islam di Negeri Perantauan, Jerman

Rep: Umi Nur Fadhilah/ Red: Nashih Nashrullah

Senin 13 May 2019 16:30 WIB

Ilustrasi Ramadhan Foto: Reuters/Nikola Solic Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Abdul Mun'im SH, MH

Tulisan ringan ini dibuat untuk mengisi liburan Ahad (12/5) pagi di Kota Griesheim, Jerman. Memandang lingkungan hijau dan alam yang sejuk, terasa nyaman seperti di pegunungan, sambil menunggu waktu syuruk.

Baca Juga

Pernahkah Anda mencoba bersafari Ramadhan dari masjid yang satu ke masjid lain, dari komunitas bangsa yang satu ke komunitas bangsa lain, dan dari negara satu ke negara lain? 

Inilah salah satu pengalaman saya dan keluarga, saat berada di berbagai negara yang berbeda, maupun saat di Tanah Air pada bulan suci Ramadhan. Ini adalah sisi lain dari ibadah Ramadhan, yaitu ibadah sosial (muamalah) dalam rangka bersilaturrahim. 

Jika kita ada kemauan dan semangat persaudaraan, saat berada di mana saja, akan dapat melakukan safari Ramadhan. Saya merasakan keindahan itu setiap kali Ramadhan, baik saat berada di tanah air, negara-negara Arab, Afrika, India, dan sekarang di Eropa.

Ketika berada di Eropa, khususnya di Frankfurt Jerman, ada kesempatan untuk melakukan safari Ramadhan ke komunitas Muslim bangsa yang satu ke bangsa lain. 

Umumnya, masing-masing memiliki masjid dan ruang serba guna untuk berkumpul, melakukan kegiatan iftar, dan ibadah bersama. Mungkin hal ini juga didapati di beberapa negara lain di Eropa maupun di luar Eropa. 

Sifat dasar makhluk hidup khususnya manusia, yakni kecenderungan senang berkumpul sesamanya, karena memiliki kesamaan. Bagi manusia, berkumpul dengan orang sesuku, sebangsa, dan seagama lebih terasa dekat, indah, dan menyenangkan, karena memiliki banyak kesamaan-kesamaan. Kesamaan itu berupa cara pandang, bahasa, budaya, makanan, dan kisah kisah, serta pengalaman, sehingga saat pertemuan berlangsung terasa lebih menyenangkan jika saling bercerita.

Di beberapa negara dan kota-kota di Eropa, khususnya di Frankfurt Jerman, terbentuklah komunitas Muslim Indonesia, Turki, Maroko, Pakistan, Bangladesh, Bosnia, dan lain-lain. 

photo
Kaum Muslim Jerman menantikan saat berbuka puasa di sebuah masjid jami’ di Jerman.

Masing-masing komunitas itu, pada Ramadhan biasanya mengadakan acara iftar dan salat tarawih bersama. Masing-masing komunitas Muslim terbuka menerima Muslim yang lain, jika ada saudaranya yang mau datang dan bergabung bersama mereka. Dengan dasar itu, kita bisa melakukan safari Ramadhan dari satu masjid ke masjid yang lainnya. 

Pada dasarnya setiap Muslim itu bersaudara, maka setiap komunitas senang jika ada tamu saudaranya dari bangsa lain datang bergabung bersama mereka. 

Di masing masing komunitas itu, terdapat juga warga negara setempat, apakah karena diajak oleh pasangannya karena perkawinan campur antarbangsa sehingga salah satu pasangannya dan anak-anak mereka warga negara setempat. Ada warga negara setempat karena pindah menjadi warga negara, tetapi mereka tetap suka berkumpul dengan komunitas bangsa asalnya.

Saat kita bergabung dengan komunitas lain, terasa indahnya persaudaraan itu. Kita dapat merasakan nikmatnya bersaudara. Mereka menyambut baik kita dengan ramah tamah, mendahulukan kita saat makan bersama, dan memberi kesempatan lebih dulu kepada kita saat berwudhu, shalat, dan lain-lain.

Di saat-saat indah itu, banyak kenangan dan pemandangan yang kita lihat dan rasakan, makanan lezat yang beda cita rasanya, cara makannya, lingkungan yang beda susananya, berbeda bentuk wajah dan fisiknya, bahasanya, cara beribadahnya yang terdang ada bedanya sedikit teknisnya, tapi dasarnya sama.

Kita juga dapat melihat suatu kreasi yang jika diterapkan di lingkungan kita akan jadi sempurna, seperti tempat wudu, fasilitasnya, cara mengorganisi pertemuan, cara mengumpulkan dana, dan lain-lain.  

Kita akan banyak tahu jika rajin berbicara, tukar menukar informasi, dan pengalaman saat bertemu dengan mereka. Untuk memulai pembicaraan, kita yang harus mulai duluan menegur sapa, umumnya mereka bisa berbahasa Inggris, khususnya kalangan muda yang terpelajar. 

Jika kebetulan saling tidak bisa berbahasa yang sama, maka cukup merasakan hangatnya ketika bersalaman dan mengucapkan ucapan salam yang sama dengan bahasa tubuh dan senyuman, sebagai tanda rasa hormat dan kasih sayang. Bagi yang penasaran silakan mencoba sambil uji nyali.

* Anggota Komisi Pendidikan Kader Ulama (PKU) Mejelis Ulama Indonesia (MUI) bertugas di Jerman.

 

 

Terpopuler