'Ramadhan Momentum Saling Mendamaikan dan Memaafkan'

Red: Fernan Rahadi

Ahad 12 May 2019 16:01 WIB

 Imam Besar Masjid Istiqlal Nasarudin Umar (kanan) bersama Ketua DP MUI Din Syamsuddin saat menghadiri Rapat Pleno ke-7 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Rabu (20/4).(Republika/Wihdan) Foto: Republika/ Wihdan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasarudin Umar (kanan) bersama Ketua DP MUI Din Syamsuddin saat menghadiri Rapat Pleno ke-7 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Rabu (20/4).(Republika/Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa hari sebelum hadirnya bulan Ramadhan ini, bangsa Indonesia telah melakukan pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) dengan agenda Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) Dimana sebelum Pemilu itu ada proses kampanye yang sangat panjang dan menyita perhatian publik sehingga masyarakat Indonesia seperti dibuat terkotak-kotak karena adanya fitnah, penyebaran berita bohong (hoaks) dan sebagainya.

Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar menghimbau kepada masyarakat Tanah Air khususnya umat muslim harus bisa memaknai bulan Ramadan ini  sebagai momentum terbaik untuk mempererat tali persaudaraan, perdamaian, dan saling memaafkan. Hal ini dikarenakan bulan Ramadhan kali ini bagi bangsa Indonesia ini betul-betul sangat rahmat. Karena Ramadan hadir di waktu yang tepat dan sangat timely.

“Dimana saat sebelum Pemilu kemarin tentunya kita pernah dilukai hati kita oleh orang lain, mungkin kita pernah dikecewakan oleh orang lain. Dan bahkan kita mungkin juga pernah mengecewakan atau melukai hati orang lain. Nah di bulan suci Ramadan ini kita dianjurkan untuk saling memaafkan untuk mempererat tali persaudaraan dan perdamaian,” ujar Prof KH Nasaruddin Umar, Jumat (10/5).

Lebih lanjut mantan Wakil Menteri Agama Ri ini berharap agar dengan adanya bulan Ramadhan ini, kita semua dapat mendinginkan situasi yang diibaratkan Panas Setahun Dihapuskan oleh Hujan Sehari. Untuk itu dirinya mengimbau kepada umat Islam pada khusunya, untuk  menjadikan bulan suci Ramadan ini sebagai bulan penyejuk, bulan pendingin dan bulan untuk mendamaikan satu sama lain di antara kita.

“Sehingga diharapkan nantinya begitu kita keluar dari bulan suci Ramadan ini seperti sudah tidak pernah ada apa-apa. Jadi kita tidak ada lagi semacam dendam, tidak ada lagi kekecewaan yang muncul, sehingga ringan beban kita dan termaafkan oleh Allah SWT secara vertikal, dan ringan juga beban kita karena kita sudah saling memaafkan secara horizontal,” kata pria kelahiran Bone, 23 Juni 1959 ini.

Dengan demikian menurut Prof Nasaruddin, jika kita bisa saling memaafkan maka  bulan Ramadan ini akan melunasi kita semuanya, membereskan kita semuanya dan melicinkan segalanya. Hal ini agar kita semua kedepannya agar lebih fokus untuk membangun negeri inidi masa depan, agar bangsa ini juga bisa bersaing dengan negara-negara yang sudah maju lainnya.

“Dan kalau perlu kita bisa melebihi negara-negara lainnya itu. Karena kita ini kan berobsesi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur yakni negeri yang sangat indah dan  penuh dengan pengampunan Tuhan,” kata pria yang juga Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini. 

Terpopuler