Ramadhan di Jepang:Nobelsho wo Jushoshita Danjiki no Himitsu

Red: Muhammad Subarkah

Ahad 12 May 2019 14:44 WIB

Suasana pesantren kilat Ramadhan di Jepang. Foto: Donny Oktavian Suasana pesantren kilat Ramadhan di Jepang.

Oleh: Donny Oktavian, WNI tinggal Jepang

Inilah kisah tentang ‘Nobelsho wo Jushoshita Danjiki no Himitsu’ (Rahasia Puasa yang Memenangkan Penghargaan Nobel). Kisah ini berasal dari seorang sahabat Aishliz Lizsa yang juga tinggal di Jepang. Ceritanya begini:

Beberapa hari lalu anak gadis kami bercerita. Pelajaran pertama sebelum olah raga, guru wali kelasnya menceritakan tentang puasa. Yakni bagaimana seorang profesor bisa mendapatkan penghargaan Nobel di bidang biologi, dengan meneliti tentang “authopaghy” dari seseorang yang ‘danjiki’ (puasa). Profesor Oosumi Yoshinori namanya.

Guru tersebut menjelaskan, menurut penelitian puasa memiliki fungsi salah satunya adalah:

細胞のなかにある古いタンパク質を分解し、それを原料にして再びタンパク質をつくる。つまり、タンパク質をリサイクルしているのです。

“Saibo no naka ni aru furui tanpakushitsu wo bunkaishi, are wo genryou ni shite, futatabi tanpakushitsu wo tsukuru. Tsumari, danjiki wa tanpakushitau wo risaikuru shiteiru no desu”

(Menguraikan protein yang sudah lapuk, di dalam sel. Protein yg lapuk sudah tak terpakai tsb, dijadikan bahan dasar utk membuat protein kembali. Dengan kata lain puasa adalah me-recycle protein)

Dalam penelitian, profesor tersebut juga mengatakan kalau puasa merupakan “Ootofagii” (Authophagy).

オートファジー は、掃除に例えると、部屋の一角にある家具やら本やらを、ガバッとすべて大きなゴミ袋に入れるようなやり方…… 体がきれいになる。

“Ootofagii wa Souji ni tatoeru to, heya no ikkaku ni aru kagu yara hon yara, gabatto!subete ookina gomibukuro ni ireru youna yarikata.... Kadada ga kirei ni naru...”

(Authophagy, jika diibaratkan bersih-bersih, seperti plek! Memasukan sekaligus semua barang dalam kamar baik itu perabotan ataupun buku-buku, ke dalam kantong sampah yang besar... Badan jadi bersih...)

Orang yang berpuasa, secara otomatis sel-selnya akan melakukan authophagy. Seekor tikus yang selnya tidak dibiasakan berpuasa akan sulit menghasilkan sel yang Authopaghy, hingga berumur pendek, katanya.

             ***

Tahun ini dan tahun lalu, anak gadis berpuasa dengan kondisi sedang sibuk-sibuknya menyelenggarakan persiapan “Undokai” (Class meeting / Pekan Olahraga dan Seni) di sekolahnya. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Ia terpilih menjadi salah satu pelari estafet & spinter yang mewakili kelasnya. Yang mengharuskan berlatih lari setiap hari di sela ibadah puasanya.

Sekolah melarangnya berpuasa? Tawar menawar . Saat proses penerimaan siswa baru di sekolah ini, saya dan suami menjelaskan kepada pihak sekolah bahwa kami adalah Muslim. Dengan beberapa kondisi yang mungkin akan berbeda. Diantaranya shalat, makanan halal, berpuasa dan izin saat “gyouji” perayaan Idul Fitri/ Adha. Dan anak kami siap tidak bersekolah di sini, jika memang tidak diperkenankan untuk melaksanakn hal-hal sesuai keyakinan kami. “Mohon untuk dipertimbangkan... Yoroshiku onegaishimasu...”

Adalah sesuatu yang sangat disyukuri akhirnya pihak sekolah memberitahukan bahwa tidak ada larangan dari sekolah utk melaksanakan keyakinan kami. Mereka akan berusaha bekerjasama dalam hal shalat, puasa... dan launnya. Alhamdulillah

Saat ini, meski memasuki bulan puasa dan nak gadis harus berlatih berlari, pihak sekolah sepenuhnya mendukung. Diantaranya anak gadis kami diperkenankan istirahat atau tidur di ‘hokenshitsu’ (ruang kesehatan), ketika merasa kelelahan. Biasanya wali kelas akan memaparkan sedikit tentang puasa, agar teman-temannya bisa memahami kenapa anak gadis kami berpuasa.

Dan sebagai orangtua, kami tidak memaksakan anak gadis ini berpuasa. Hanya ditanamkan sejak dini padanya kalau puasa adalah salah satu rukun islam. Salah satu tiang yang kalau ditegakkan, akan membuat seorang Muslim menjadi kokoh dimanapun ia berada.
Puasa bukan berarti lemah. Berpuasa juga bukan sesuatu yang “memalukan” atau membuat minder. Tapi justru dengan berpuasa, kita menjadi kuat. Kedudukan kita di mata Allah derajatnya meningkat. Dan Allah akan memberi “power” yang luar biasa tanpa kita sadari.

Dan Alhamdulillah, anak gadis memiliki teman-teman yang baik hati. Beberapa hari lalu, anak gadis kami menerima kartu “Ramadan omedeotu” dari salah satu teman Jepangnya. Yang isinya memberikan kata-kata penyemangat agar ia kuat berpuasa.

“Nande ramadan no kotoshiteru no ?” (Kenapa tahu ramadhan?) tanya anak gadis kami pada temannya

“Terebi no nyuusu ni housousareru kara saa...” (Karena disiarkan di berita TV lah...) katanya 🥰

***

“Ummi... Hakase (profesor) aja bisa menang penghargaan Nobel karena meneliti tentang puasa... Apalagi muslim, pasti dapat penghargaan lebih dari Nobel dari Allah karena menjalankan puasa...!”

Iya Nak... Bismillah...
Allah ta a’la akan selalu memberikan jalan jika kita memiliki niat kuat utk menjalankan syariat.

‎فاذا عزمت فتوکل علی الله
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah” (QS Ali Imran: 159)

Semoga bisa istiqomah. Kita dapat menjadi “Pemenang Nobel Ramadhan” dengan mendapatkan ampunan dari Allah ta a’la & mendapatkan Surga Firdaus, Surga Arroyyan .... 💫🎖

Aamiin allahumma aamiin 💐

Tokyo-to, 6 Ramadhan 1440 H

Terpopuler