REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) mulai memantau program-program yang disiarkan pelbagai lembaga penyiaran televisi selama Ramadhan tahun ini. Hal itu diungkap Ketua Komisi Infokom MUI, Asrori S Karni.
Dia menuturkan, pemantauan tersebut telah menjadi agenda rutin tahunan. Proses ini sebagai salah satu upaya MUI dalam mendukung lembaga penyiaran untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara.
“Program ini upaya MUI mengawasi penyelenggaraan penyiaran selama Ramadhan, apakah konten bertentangan dengan regulasi, norma agama dan sosial masyarakat,” kata Asrori S Karni kepada wartawan di Jakarta, Ahad (12/5).
Ada berbagai konten yang dipantau supaya diminimalkan sampai ke masyarakat selama bulan suci Ramadhan. Misalnya, tayangan televisi yang bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong. Kemudian, tayangan yang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, serta penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang.
Berikutnya, tayangan yang mempertentangkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). MUI juga mengklasifikasi negatif tayangan yang memperolok, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia, serta hubungan internasional.
Dia menjelaskan, panduan normatif pemantauan ini adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Pedoman Perilaku Penyiaran, dan Standar Program Siaran (P3SPS). Ada pula Fatwa MUI Nomor 287 Tahun 2001 tentang Pornografi dan Pornoaksi.
Asrori berharap, dengan adanya pemantauan ini, seluruh stasiun televisi mendukung terciptanya suasana khusyuk bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah selama Ramadhan. “Tentu kita ingin bersama-sama menghadirkan tayangan mendidik, yang tidak sekadar tontonan tetapi sekaligus menjadi tuntunan, dan mendukung kualitas beribadah kita lebih baik,” tutur dia.
Melibatkan Banyak Pihak
Sekretaris Komisi Infokom MUI, Edy Kuscahyanto menekankan, pemantauan itu melibatkan perwakilan sejumlah komisi MUI. Misalnya, Komisi Infokom, Komisi Fatwa, Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat, Komisi Pendidikan dan Kaderisasi, serta Komisi Pengkajian dan Penelitian. Pantauan dilakukan terhadap 16 stasiun televisi nasional dan lima stasiun televisi daerah.
Edy menjelaskan, batas waktu pemantauan dibagi menjadi beberapa tahap. "Tahap pertama sudah kita mulai sejak Ahad (12/5) pada program tayangan sahur masing-masing (stasiun) televisi," kata dia.
Fokus utama pemantauan MUI berlangsung pada jam sibuk (prime time), yakni sebelum dan sesudah berbuka puasa (17.00-20.00). Kemudian, pada durasi sebelum dan sesudah sahur (03.00-05.00).
Pihaknya juga membuka kesempatan masyarakat untuk ikut andil melakukan pemantauan. Hasilnya bisa dibagi melalui [email protected]. “Hasil pantauan secara umum akan kita publikasikan melalui media,” tambah Edy.
Tidak hanya memantau. MUI juga akan memberikan apresiasi kepada lembaga penyiaran televisi yang turut memberikan tayangan terbaik selama Ramadhan. Penghargaan ini akan dilakukan melalui Anugerah Syiar Ramadhan (ASR).
Hasil pantauan selain akan disampaikan pada publik dan otoritas bidang penyiaran, yakni Komisi Penyiaran Indonesia KPI dan Kementerian Komunimasi dan Informasi, juga dijadikan pijakan untuk pemberian ASR yang diagendakan setelah lebaran nanti bersama KPI dan Deputi Pengembangan Pemuda Kemenpora. Dengan demikian, harapannya LP televisi akan termotivasi menghadirkan program-program siaran unggulan ke depannya selama Ramadhan.