‘Dugnad’ Di Sela Berpuasa 19 Jam di Norwegia

Red: Muhammad Subarkah

Ahad 12 May 2019 02:29 WIB

Suasana 'Dugnad' (gotong royong) yang bertepatan dengan Ramadhan 2109 di Norwegia. Foto: Savitry Icha Khairunnisa Suasana 'Dugnad' (gotong royong) yang bertepatan dengan Ramadhan 2109 di Norwegia.

Oleh: Savitry Icha Khairunnisa, Penulis dan WNI di Norwegia

Meski termasuk negara maju dan masyarakatnya cenderung invidualistis, ada satu tradisi bagus yang masih bertahan sampai sekarang. 
"Dugnad" namanya.
Artinya kurang lebih gotong-royong.

Di hampir setiap kawasan perumahan di manapun di Norwegia, para warga rutin mengadakan kegiatan dugnad. Terutama di akhir musim semi / bulan Mei seperti sekarang. Musim ini dipilih karena cuacanya sudah mulai cerah dan hangat (meski hari ini lumayan berangin dan suhunya 9 Celcius saja). Juga untuk menyambut perayaan Hari Konstitusi yang jatuh tanggal 17 Mei.

Yang namanya gotong-royong, tentu sifatnya sukarela. Yang mau ikut akan disambut dengan senang hati, yang nggak mau ikut juga nggak akan dipaksa.
Tahun ini di lingkungan kami sudah dua kali diadakan acara dugnad. Kegiatannya antara lain merapikan tanaman perdu di jalan umum, bebersih sampah, mencabuti rumput, mengecat garasi, sampai mengecat aspal di area parkir umum.

Kegiatan dugnad hari ini baru saja selesai. Pesertanya nggak terlalu banyak, sekitar 15 orang. Pekerjaannya juga nggak banyak, sih. Akhirnya malah lebih banyak ngobrol daripada kerja. Tujuan dugnad ini selain gotong-royong juga supaya warga bisa saling mengenal dan lebih akrab.

Dari awal rencana dugnad saya sudah niat untuk bikin waffle, makanan favorit orang Norwegia. Selain itu di rumah pas ada banyak chocolate cake, yang sayangnya nggak akan habis oleh kami sekeluarga.

Dengan tambahan white chocolate icing, jadilah chocolate cake ini berpenampilan dan rasa baru.
Ternyata saya satu-satunya yang menyediakan konsumsi. Dengan tambahan kopi dan teh dari salah satu tetangga, semua suguhan itu alhamdulillah laris manis.

Siapa yang menolak waffle panas-panas dengan selai strawberry dan sour cream? Yummy!

Para tetangga heran melihat saya dan suami yang tidak ikutan makan. Maka saatnya menjelaskan tentang puasa Ramadhan. Dan mereka pun takjub, bagaimana kami bisa kuat tanpa makan minum selama belasan jam sebulan penuh.

"Kamu nggak lapar?" tanya tetanggga saya, Gunnhild.

"Saya sudah kenyang dengan mencium aroma waffle ini."

Gunnhild tertawa mendengar jawaban saya.

Pekerjaan gotong-royong dan ngobrol ngalor ngidul kelar dalam dua jam. Alhamdulillah semua rencana terlaksana. Kami kembali ke rumah dengan perasaan senang.


Bagaimanapun tetangga adalah keluarga terdekat kita. Sudah selayaknya kita semua saling mengenal dan kompak melaksanakan program kerja bersama.

Terpopuler