REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perencana keuangan dari Zielts Consulting, Ahmad Gozali, meminta masyarakat untuk pintar dalam memanfaatkan pinjaman daring dari perusahaan teknologi finansial (fintech lending) jelang lebaran. Hal itu penting untuk mencegah timbulnya masalah karena ketidakmampuan masyarakat dalam mengembalikan pinjaman.
"Yang jelas, yang namanya pinjaman harus dikembalikan, maka sebelum memutuskan untuk meminjam, mesti terlebih dahulu punya rencana pengembaliannya. Apalagi uang tunai via fintech biasanya memiliki jangka waktu yang sangat pendek dan bunga relatif tinggi," kata Ahmad dalam keterangan resminya di Jakarta, Jumat.
Ahmad menyarankan masyarakat untuk menggunakan uang pinjaman pada awal bulan puasa agar mudah ketika mengembalikannya. "Misalnya untuk belanja kebutuhan Lebaran di awal Ramadhan saat belum terlalu ramai. Pinjam dulu uangnya dan dikembalikan setelah menerima Tunjangan Hari Raya (THR) di akhir Ramadhan," ujarnya.
Selain itu, Ahmad juga menyarankan masyarakat untuk meminjam uang di perusahaan fintech yang sudah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Apalagi, saat ini masih marak terjadi kasus hukum dalam penagihan utang karena masih ada masyarakat yang meminjam uang di fintech ilegal.
"Jika fintech sudah terdaftar di OJK, maka mereka harus mengikuti standar perilaku dalam penagihan. Tidak boleh sembarangan," tuturnya.
Dengan memilih fintech yang sudah terdaftar di OJK, menurut Ahmad, kerahasiaan dan keamanan data peminjam tetap terjaga. "Jadi bukan hanya masalah etika penagihan, ya, tetapi juga masalah kerahasiaan dan keamanan data pribadi kita," ujarnya.
Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Tumbur Pardede, mengatakan permintaan pinjaman pada bulan puasa tahun ini diproyeksikan meningkat dibandingkan tahun lalu. Sebelum puasa pada Mei 2018 lalu, jumlah akumulasi penyaluran pinjaman meningkat 13,65 persen. Selama puasa, Juni 2018, jumlah akumulasi penyaluran pinjaman meningkat 24,03 persen. Setelah puasa, Juli 2018, jumlahnya meningkat sebesar 20,55 persen.
"Untuk tahun ini 2019, kami memperkirakan kenaikannya melebihi dari tahun lalu seiring bertambahnya jumlah penyelenggaraan fintech lending dan meningkatnya pemahaman masyarakat soal fintech lending," kata Tumbur.
Direktur Pengaturan, Pengawasan, dan Perizinan Fintech OJK, Hendrikus Passagi, menyatakan regulator tengah memfokuskan perlindungan terhadap konsumen. Untuk itu, OJK kini tengah gencar melakukan sosialisasi terhadap masyarakat awam dalam memilih fintech legal atau yang sudah terdaftar di OJK.
"Perlindungan terhadap konsumen menjadi prioritas OJK. Dengan melakukan sosialisasi, kami berharap permasalahan yang kerap terjadi seperti masalah penagihan dan gagal bayar pinjaman dapat terus berkurang," ujar Hendrikus.