Umrah Ramadhan: Momen Tepat Mencari Menantu dan Besan

Red: Muhammad Subarkah

Jumat 10 May 2019 17:21 WIB

Melakukan tawaf sewaktu umrah di masa Ramadhan. Foto: Uttiek M Panji Astuti Melakukan tawaf sewaktu umrah di masa Ramadhan.

Oleh: Uttiek M Panji Astuti, Traveler dan Penulis Buku

Umrah Ramadhan terasa sangat berbeda. Bukan sekadar janji pahala yang seperti berhaji dengan Rasulullah.

"Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku” (HR. Bukhari no. 1863).

Namun, suasana kekeluargaan yang tercipta dalam rombongan pun lebih mengesankan.

Bisa jadi karena momennya adalah bulan suci. Bisa juga karena saat Lebaran, semua jauh dari keluarga di Tanah Air. Sehingga "keluarga" yang dirasa paling dekat saat itu, ya teman satu rombongan.

Umrah Ramadhan biasanya juga diikuti keluarga-keluarga yang membawa serta anak dan cucu.

Yang saya tak bisa lupa adalah momen itu sekaligus "dimanfaatkan" untuk menimbang dan memilah calon menantu atau besan.

Ahay!

Waktu itu, rombongan yang berangkat bersama saya dan Lambang banyak yang mengajak serta anak-anaknya yang sudah beranjak dewasa. Anak-anak umur kuliahan. Jadilah ajang "saling lirik" tak terelakkan.

Tapi, tentu saja ini bukan untuk membuka jalan maksiat ya. Justru para orangtua ini langsung menilai keseriusan "calon menantu" atau "calon besannya".

Istilahnya, kalau setuju langsung ta'aruf.

Ada putra seorang ulama yang ikut serta dalam rombongan. Anaknya seru sekali. Sekaligus sholeh. Jadilah masuk kriteria jomblo sakinah yang diidamkan para orangtua. Ia berangkat sendirian.

Di saat bersamaan, ada satu keluarga yang membawa anak gadisnya dan tiga orang adik laki-lakinya. Singkat cerita, sepertinya pasangan ini match alias sekufu.

Sama-sama ganteng dan cantik. Sholeh-sholeha. Dari keluarga yang terjamin nasabnya. Semua rombongan mendukung.

Si putra ulama ini juga pandai sekali mengambil hati semua anak laki-laki dalam rombongan. Sehingga dinobatkan menjadi kepala suku mereka. Kita menjulukinya boyband. Karena kemana-mana selalu serombongan bersama. Bahkan akhirnya mereka ramai-ramai tidur di kamar kepala suku.

Si anak gadis malu-malu. Walaupun adik-adik laki-lakinya sudah jatuh hati lebih dulu ke calon "kakak ipar".

Suatu kali saya terkejut ketika mendengar kepala suku ini mengatakan, "Sudah, saya saja yang antar Mama, Yah (Ayah)."

Saya langsung menggodanya, "Wah, perasaan kemarin masih manggil Om-Tante, kok, sekarang udah manggil Ayah-Mama saja. Memang sudah dapat restu?"

"Optimis Tante. Optimis," jawabnya dengan seru seperti biasa.

Tak hanya kisah si anak ini yang ramai didukung orang-orang satu rombongan. Suatu kali, saya pulang dari masjid sempat membeli beberapa mushaf. "Beli mushaf banyak amat, Mbak?" Tegur seorang ibu dalam rombongan.

"Hehe, iya Bu. Adik laki-laki saya kebetulan belum menikah. Ini sengaja saya beli mushaf untuk dia. Supaya digunakan buat mahar. Saya baca beberapa juz di sini," jawab saya.

"Sudah ada calonnya?" Kejarnya.

"Belum. Sedang ikhtiar," jawab saya.

Rupanya keterangan singkat itu "menarik perhatiannya". Kebetulan keluarga ini juga membawa anak-anaknya, yang salah satunya sudah gadis. Sedang kuliah di salah satu universitas negeri terbaik.

Anak gadis ini tetiba sering "dititipkan" pada saya. Untuk berangkat bareng ke masjid. Awalnya saya tidak ngeh. Tapi lama-lama, paham maksudnya.

Islam secara jelas telah mengatur, ada 4 kriteria wanita untuk dinikahi. Seperti tercantum dalam hadist:

Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena garis keturunannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)

Begitupun dengan anak bujang.

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi)

Maka, momen umrah Ramadhan memang sangat tepat untuk menelisik "para calon" ini. Apalagi dipertemukan di waktu yang mulia. Dikumpulkan di rumah Allah.

MasyaAllah...

Namun, jodoh telah dituliskan di Laufil Mahfudz jauh sebelum kita lahir untuk menyambut takdir.

Bagaimana akhir kisah romansa di Tanah Suci ini? Beberapa bulan sepulang dari umrah, saya dan suami saya, Lambang, menerima undangan dari si kepala suku boyband. Rupanya jodohnya bukan anak gadis yang ditemui di Tanah Suci.

Pun anak gadis yang sering "dititipkan" ke saya, rupanya bukan jodoh adik saya. Ia menikah dengan temannya yang sama-sama melanjutkan studi di luar negeri.

Sedang mushaf yang saya beli untuk digunakan adik saya sebagai mahar, sampai sekarang masih tersimpan rapi.

Mungkin jodohnya akan datang Ramadhan tahun ini?

 

Follow me on IG @uttiek.herlambang

Tulisan dan foto-foto ini telah dipublikasikan di www.uttiek.blogspot.com dan akun media sosial @uttiek_mpanjiastuti

Terpopuler