REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI --- Masjid Al Farooq Omar bin Al Khattab di Jumeirah, Dubai, Uni Emirat Arab telah menjadi daya tarik wisata yang luar biasa. Disebut juga Masjid Biru Dubai, masjid ini juga menjadi tempat bagi ribuan jamaah berbuka puasa. Pada Ramadhan tahun ini, lebih dari 1.500 orang dari semua lapisan masyarakat baik itu muslim maupun non-Muslim, warga setempat maupun turis, mengunjungi masjid ini untuk turut serta mengikuti buka puasa (iftar) bersama.
Sebagian besar datang ke masjid itu untuk berbuka puasa, sebagian lainnya mengunjungi masjid itu untuk berwisata mengagumi kemegahan arsitektur masjid sekaligus belajar tentang Islam. Masjid Biru Dubai merupakan satu di antara masjid di UAE yang membuka pintu untuk dikunjungi non-Muslim.
Manajer Umum Masjid Biru Dubai, Abdu Salam Al Marzooqi mengatakan masjid yang dibangun Pimpinan Al Habtoor Group, Khalaf Ahmad Al Habtoor telah menjadi landmark bagi umat Islam dan wisatawan diseluruh dunia. Masjid itu juga mengenalkan pada non-Muslim tentang tradisi iftar atau buka puasa dengan bersama-sama.
“Kami juga mengundang berbagai komunitas termasuk non-Muslim untuk memperkenalkan mereka dengan Iftar. Ini adalah tahun toleransi dan iftar kami menandakan arti sebenarnya dari toleransi,” kata Al Marzooqi seperti dilansir Khaleej Times pada Jumat (10/5).
Sekitar pukul 06.30 sore waktu setempat, antrean membentang di area masjid sekitar satu kilometer. Para jamaah menanti menu iftar seperti semangkung biryani, buah-buahan, jus, hingga kurma. Sekitar 800 jamaah penuh sesak menempati ruang utama dan 700 jamaah lainnya duduk di luar.
Seorang jamaah dari Mangalore India, Mohammed Ilyas telah tinggal di Bur Dubai selama 16 tahun terakhir. Setiap malam ia pergi ke Jumeirah untuk mengakhiri puasa di Masjid Biru Dubai.
“Saya sangat terkesan dengan pengaturan mereka, keramahan yang hangat dan disiplin,” katanya.
Lebih dari 20 orang betugas memasak, mengemas dan mengangkut makanan dengan bahan 700 kilogram (kg) beras, 600 kg ayam, dan 700 kg daging domba. Daya tarik makanan dari hidangan iftar di masjid itu adalah daging kelinci, yang merupakan salah satu makanan tradisional paling populer dalam budaya Emirat yang dibuat dengan gandum rebus dicampur dengan ayam atau domba. Gandum yang telah dicuci dan direndam dalam air selama sekitar 20 jam kemudian dimasak perlahan dengan daging selama 12 jam, untuk menghasilkan empat panci mendidih raksasa dari hidangan seperti bubur.
“Kami tidak mentransfer makanan ke dalam kotak dan mengirimkan ke masjid. Sebaliknya kami menyimpan makanan di lemari panas dan mengangkutnya ke masjid. Pada waktu berbuka puasa, kami melayani makanan langsung dari lemari panas. Dengan melakukan ini, makanan disajikan tetap panas,” kata Asisten Manajer Umum masjid Antoine Sassine.