Durasi Puasa di Negara-Negara Berikut Lebih dari 12 Jam

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Nashih Nashrullah

Selasa 07 May 2019 20:22 WIB

Ilustrasi Ramadhan Foto: Pixabay Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Menjalani puasa di bagian utara dunia, Semenanjung Skandinavia akan menjadi ujian yang lebih besar bagi umat Muslim di sana. Karena di negara-negara Skandinavia seperti Denmark, Norwegia, dan Islandia, durasi berpuasa di sana akan jauh lebih lama daripada wilayah di selatan dunia.  

Di Denmark, Muslim di sana menjalani puasa selama lebih dari 17 jam dalam sehari. Bahkan, ada beberapa tempat di mana matahari tidak terbenam sama sekali pada waktu-waktu tertentu dalam setahun. Seperti halnya di Svalbard, sebuah kepulauan Norwegia di Samudra Arktik, yang bermandikan cahaya selama 24 jam dari April hingga Agustus, atau kota Tromso di selatan.  

Baca Juga

Seorang cendekiawan dan imam di sebuah masjid di Oslo, Norwegia, bernama Asim Mohammad menuturkan, Muslim yang memilih berpuasa di tempat-tempat yang menyaksikan matahari di tengah malam memiliki tiga pilihan. 

Yang pertama, kata dia, berpuasa sesuai dengan fajar dan matahari terbenam di kota terdekat yang tidak terus menerus dalam keadaan siang. Selain itu, berpuasa sesuai dengan waktu di Makkah, Arab Saudi. Terakhir, mereka juga bisa berpuasa sesuai dengan waktu di daerah mereka sendiri ketika matahari benar-benar terbenam. 

Dia mengatakan, beberapa anggota jamaahnya akan memilih berlibur selama Ramadhan untuk mengatasi durasi puasa yang panjang tersebut. Namun, kata dia, itu tergantung dari jenis pekerjaan mereka. 

"Jika Aanda seorang pekerja kantor, Anda tidak memiliki masalah karena anda duduk di dalam dengan AC menyala, tetapi jika anda bekerja di luar dalam cuaca panas selama Mei , Juni dan Juli, ini bisa agak sulit. Sebagian besar jamaah saya, baik muda maupun tua, berpuasa, dan menarik bagaimana mereka mengatasinya," kata Mohammed, dilansir dari Arab News, Selasa (7/5). 

Muslim di Eropa utara menghadapi puasa yang panjang selama akhir musim semi dan musim panas. Namun, hal itu justru sebaliknya terjadi selama bulan-bulan musim dingin. 

Di Norwegia, Mohammed mengatakan ada perbedaan besar antara siang hari di musim panas dan musim dingin. Selama bulan-bulan musim dingin seperti Desember, matahari terbenam bisa terjadi lebih awal pada pukul 15.15. "Tentu saja, semua orang lebih suka Ramadhan di musim dingin," ujarnya. 

Tantangan yang jauh lebih besar itu dirasakan salah seorang Muslim di Denmark, Sofie Clausager Dar (34). Dar yang merupakan mualaf ini akan menjalani Ramadhan yang lebih berat di wilayah Skandinavia ini sebagai ibu rumah tangga. Dia mengakui waktu yang terbatas di malam hari, di mana waktu malam juga padat dengan diisi shalat tarawih. 

Berbagai keluhan seperti dehidrasi, kelelahan, dan gangguan psikologi atau fisik adalah beberapa konsekuensi yang mungkin dialami Muslim saat berpuasa. 

Dar mengungkapkan, kekurangan cairan dan sedikit dehidrasi memang sesuatu hal yang sulit baginya. Terkadang, ia merasa kelelahan di malam hari karena durasi siang yang panjang. Selain itu, Muslim di sana juga tidak bisa tidur terlalu lama di malam hari. 

Akhirnya, Dar tertidur setelah makan. "Keesokan harinya bisa sangat sulit karena Anda belum cukup minum, Anda mungkin hanya memiliki beberapa gelas air," kata Dar.

Bahkan, kurang tidur menjadi hal sangat sulit bagi keluarganya. Putrinya harus ada di sekolah pukul 08.00 setiap pagi. Dia mengaku kesulitan untuk memastikan hal itu. 

Kendati begitu, puasa menurutnya menjadi lebih mudah seiring berjalannya bulan. Meski terasa sulit awalnya, namun tubuhnya kemudian terbiasa. Karena itu, Dar menyoroti pentingnya makan sahur sebagai energi bagi tubuh untuk menjalani hari. 

Jika tidak, kata dia, mereka hanya memiliki satu kali makan saat berbuka. Waktu malam yang pendek bahkan terkadang membuatnya terjaga sepanjang malam agar tidak tertinggal sahur. "Bangun sebelum fajar adalah sesuatu yang selalu saya lakukan. Terkadang saya tidak tidur dan tidur siang di siang hari," ujarnya.

Menjadi Muslim dan minoritas di Denmark dan negara Skandinavia lainnya juga tidaklah mudah. Saat Idul Fitri, Dar mencoba untuk menjadikan momentum tersebut hal yang menyenangkan bagi anak-anaknya. Ia berharap mereka bisa melakukan lebih banyak tradisi dan kegiatan positif selama Ramadhan dan Idul Fitri di Denmark. Namun, sayangnya, dia tinggal di negara dengan mayoritas penduduk merayakan Natal. 

Kendati begitu, kelompok Muslim di Eropa utara ini kerap berkumpul bersama untuk merayakan Idul Fitri. Selama dua tahun terakhir, beberapa organisasi Muslim dan masjid sudah mulai merayakan Idul Fitri bersama. Mereka akan menyewa aula sebagai tempat untuk melakukan shalat Ied. Setelah itu, mereka bisa membeli makanan dan ada kegiatan untuk anak-anak dan orang tua.  

 

 

 

Terpopuler