Panen Kolang-kaling, Rezeki Ramadhan Warga Tapsel

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Christiyaningsih

Selasa 07 May 2019 17:34 WIB

Warga dusun Sitandiang, Tapsel, sedang mengolah biji aren menjadi kolang-kaling. Foto: Republika/Idealisa Masyrafina Warga dusun Sitandiang, Tapsel, sedang mengolah biji aren menjadi kolang-kaling.

REPUBLIKA.CO.ID, SITANDIANG -- Ada sumber rezeki yang berbeda memasuki bulan Ramadhan setiap tahunnya di Dusun Sitandiang, Desa Bulu Mario, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel). Masyarakat yang sehari- harinya bekerja sebagai pptani atau berladang di kawasan hutan produksi, kini mulai memetik biji pohon aren (Arenga pinnata).

Biji-biji pohon aren tersebut merupakan asal kolang-kaling yang merupakan bahan pelengkap aneka takjil khas Ramadhan. "Ini namanya rezeki Ramadhan. Biasanya saya bertani," kata Gusmiyanti Boruregar saat ditemui Republika.

Baca Juga

Kendati pohon aren berbuah sepanjang tahun, namun bijinya tidak akan dipanen kecuali memasuki bulan puasa. Memang sudah menjadi tradisi di Indonesia untuk mengonsumsi kolang-kaling pada saat Ramadhan, sehingga masyarakat di desa ini pun hanya memproduksinya pada momen tersebut.

Di desa yang berjarak sekitar dua jam perjalanan dari kota Padang Sidempuan ini, masyarakat memiliki banyak pohon aren yang ditanam di sekitar kebun atau sawah. Banyak juga yang tumbuh liar di hutan produksi.

Karena getahnya yang gatal, biji ini perlu diolah terlebih dahulu sebelum menjadi kolang-kaling yang dijual di pasaran. Menurut Gusmiyanti, prosesnya dapat memakan waktu hingga lebih dari sepekan.

Dia memetik biji aren dari empat tandan dalam satu pohon. Kemudian Gusmiyanti merebusnya selama dua jam. Dibutuhkan 20 drum untuk merebus biji-biji dari empat tandan tersebut. Akan tetapi ia hanya memiliki satu drum.

Dengan demikian proses merebus akan memakan waktu 40 jam atau sekitar empat hari. "Harus direbus untuk menghilangkan getahnya," kata Gusmiyanti.

Sementara menunggu rebusan biji aren, Gusmiyanti dan rekannya, Rima, mengeluarkan biji tersebut dari kulit buahnya. Rima akan memotong bagian atas kulit buah, sementara Gusmiyanti akan memukulnya di kayu sehingga bijinya keluar.

Biji tersebut merupakan kolang- kaling mentah yang akan dijual ke pasaran. "Ini sudah bisa dimakan, karena getahnya sudah hilang. Tapi tetap harus dicuci," kata Rima.

Proses selanjutnya, biji kolang-kaling tersebut akan dipukul hingga gepeng lalu direndam dengan air selama sepekan. Dari empat tandan diperkirakan akan dihasilkan sekitar 200 kilogram kolang-kaling beserta air rendamannya.

Setelahnya, kolang-kaling akan dijual ke pasar seharga Rp 6 ribu per kilogram. Jadi, dalam sekali panen mereka bisa mendapatkan sekitar Rp 1,2 juta.

"Nanti kita panen lagi pohon yang lain. Ini berkah Ramadhan," kata Gusmiyanti yang memiliki tiga pohon di dekat sawahnya.

Kolang-kaling di desa ini nantinya akan didistribusikan ke Kota Medan bahkan hingga Jabodetabek. Di kota Medan harganya bisa mencapai Rp 20 ribu, sedangkan di Jabodetabek bisa mencapai Rp 25 ribu.

Terpopuler