Angin Dingin Sambut Tarhib Ramadhan 1440 H di Amsterdam

Red: Agung Sasongko

Selasa 07 May 2019 12:30 WIB

Ustaz Khumaini Rosadi. Foto: Dok Ustaz Khumaini Rosadi Ustaz Khumaini Rosadi.

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: H. Khumaini Rosadi, SQ, M.Pd.I )*

Dikenal sebagai negara kincir angin, Belanda memanfaatkan anginnya dengan membuat banyak kincir untuk menggerakan molen dan menjadi sumber tenaga energi. Benar-benar inovasi yang sangat brilian dan kreatif. Menjadikan masalah bukan halangan untuk maju, seperti mengubah penyakit menjadi obat, mengganti kesulitan menjadi sumber kebahagiaan, dan Belanda mampu menyulap kekurangan menjadi berbagai kelebihan.

Belanda juga dikenal dengan bendungannya yang sangat hebat. Laut pun dibendung menjadi hunian kota, belanda terus berjuang keras memerangi keterbatasan lahan. Bendungan itu pun dinamakan Dam dalam Bahasa Belanda. Makanya ada kota Rotterdam dan Amsterdam.

Dan ternyata lebih mengagetkannya lagi dana untuk membangun dam-dam itu, tersebut dalam sebuah sumber sejarah, berasal dari Indonesia. Sewaktu dulu Belanda menjajah Indonesia kurang lebih 350 tahun, dengan mengeruk hasil sumber daya alam Indonesia lalu dibawa ke Belanda melalui VOC.

Itulah sekelumit kisah tentang sejarah dam belanda. Saya ingin menceritakan tentang kedatangan saya di Belanda. Tiba di Bandara Schipol, Amsterdam, ternyata sudah dijemput oleh local staff KBRI sehingga dengan lancar saya melewati immigrasi Belanda.

Turun dari pesawat saya sudah disambut oleh semilir angin yang dingin seakan menusuk sampai ke tulang. Saya lihat di layar android saya menginformasikan suhu di Amsterdam 3 derajat celcius. Mmh., pantas sesaat saya turun dari pesawat bibir saya pun langsung mengering dan pecah-pecah. Padahal sebelumnya di Jakarta normal-normal saja. Mungkin kaget dengan perubahan yang drastis dari Indonesia yang sekarang sedang musim panas, tiba-tiba ke Belanda yang langsung dingin. Ibarat gelas dingin yang dituangi dengan air panas langsung retak dan pecah.

Pada Jumat (3/5), saya berangkat dari Indonesia dinihari, menikmati penerbangan kurang lebih 6 jam ke Shanghai dulu, karena pas lagi musim liburan, tiket yang direct Jakarta ke Amsterdam, full. Sampai di Shanghai saya transit 5 jam. Berangkat lagi dari Shanghai – China ke Amstredam pukul 13.00 waktu shanghai, di dalam pesawat kurang lebih 11 jam, sampai di Amsterdam pukul 17.45 waktu Amsterdam.

Perbedaan waktu yang cukup panjang dengan Indonesia. Dengan waktu Indonesia barat seperti di Jakarta berbeda 5 jam lebih lambat, dengan waktu Indonesia Tengah seperti di Bontang berbeda 6 jam lebih lambat.

Dalam rangka memenuhi permintaan PPME (Persatuan Pemuda Muslim Eropa) al-Ikhlas Amsterdam, saya bertugas untuk mengisi dan mendampingi jamaah selama Ramadhan 1440 H. sebelumnya saya pernah berdakwah di sini dalam rangka yang sama melalui TIDIM Jatman (Tim Inti Dai Internasional dan Media) di tahun 2016 lalu.

Alhamdulillah, jamaah senang dan terkesan, sehingga mereka meminta saya untuk kembali ke sini. "Karena sudah kangen," ungkap Hansyah Iskandar, Ketua PPME al-Ikhlas Amsterdam terpilih, periode 2019 – 2022.

Hari ini akan diadakan tarhib Ramadhan. 2 hari menjelang Ramadhan, PPME al-Ikhlas Amstredam selalu rutin mengadakan acara ini, disamping acara-acara rutin lainnya, seperti istighasah setiap sebulan sekali, yasin tahlil setiap malam jumat, diskusi ilmiah dengan para remaja dan muallaf.

Acara ini dilakukan disamping sebagai bentuk sambut rambut dengan penuh kesiapan kebahagaiaan juga untuk memupuk silaturrahim masyarakat muslim Indonesia khususnya dalam bingkai persaudaraan dan persatuan. Sehingga iman tetap terjaga dan bertambah meskipun berada di Belanda, yang dikenal sebagai tempat bolehnya kaum LGBT menggunakan hak asasinya.

* Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Ichsan Bontang, Dai Tidim Jatman,  Dai Ambassador Cordofa