REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengingatkan umat Islam bahwa puasa Ramadhan adalah bulan mengontrol dan melawan hawa nafsu. Oleh karena itu umat Islam dalam harus mengedepankan rasionalitas berdasarkan kepada firman-firman Allah dan sabda Nabi Muhammad SAW.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Buya Anwar Abbas, menceritakan waktu Nabi Muhammad SAW baru saja selesai melakukan perang badar. Kondisi umat Islam sangat berat sekali saat berjuang dalam perang badar, karena umat Islam yang jumlahnya sekitar 300 orang harus melawan 1.000 orang.
Kemudian Rasulullah kepada para sahabatnya menyampaikan bahwa mereka baru saja selesai melakukan perang kecil dan akan menghadapi perang besar. Para sahabat kaget perang badar yang sangat berat bagi umat Islam disebut sebagai perang kecil.
"Terperangah para sahabat mendengar itu, ternyata masih ada perang yang lebih dahsyat dari perang badar, lalu para sahabat bertanya perang besar apa itu ya Rasulullah, Rasulullah menjawab perang melawan hawa nafsu," kata Buya Anwar kepada Republika, Ahad (5/5).
Ia menerangkan, artinya bulan Ramadhan menjadi ajang bagi umat Islam untuk mengendalikan dan memerangi hawa nafsu. Hawa nafsu ingin menang dan berkuasa harus dikendalikan. Kalau manusia diperintahkan untuk mengontrol dan memerangi hawa nafsu, artinya manusia disuruh mengedepankan rasionalitas dan kebenaran.
Akan tetapi rasionalitas yang dikedepankan jangan sembarangan rasionalitas. Harus rasionalitas yang disinari dengan firman-firman Allah dan sabda Rasulullah yang dikedepankan manusia. Sehingga apa yang manusia katakan dan lakukan sesuai yang dikehendaki Allah dan Rasulullah.
"Meski menurut otak manusia rasional tapi bertentangan dengan firman-firman Allah dan sabda Rasulullah, itu harus ditolak," ujarnya.
Buya Anwar mencontohkan, seseorang meminjamkan uang ke orang lain, menurut otak orang lain harus membayar bunganya agar untung. Sesuatu yang menguntungkan menurut otak baik dan rasional, tapi menurut agama tidak baik karena ada hukum riba.
Artinya bulan Ramadhan bulan untuk mengendalikan diri agar kembali ke fitrah manusia. Supaya apa yang diperbuat sesuai dengan sunatullah. Sunatullah oleh para ahli dikatakan sebagai hukum alam, yakni hukum yang dibuat oleh Allah.
"Oleh karena itu kita berbuat sesuai harus sesuai dengan ketentuan Allah, sebab baik menurut akal belum tentu baik menurut Allah," jelasnya.