Ramadhan Di Negeri Viking: Puasa 18-22 Jam

Red: Muhammad Subarkah

Selasa 07 May 2019 03:17 WIB

Menunggu datangnya waktu buka puasa di sebuah masjid di Norwegia. Foto: Savitry Khairunnisa Menunggu datangnya waktu buka puasa di sebuah masjid di Norwegia.

Oleh: Savitry Khairunnisa,Muslim Indonesia di Norwegia)

Tak terasa tahun ini menjadi Ramadhan kesepuluh yang kami jalani di Norwegia. Kali ini Ramadhan masih jatuh di musim panas. Musim di mana siang begitu panjang, dan malam begitu singkat. Ramadhan dalam kisaran 18 - 22 jam bagi muslim yang tinggal di negara-negara yang dekat dengan Kutub Utara jadi terasa begitu istimewa.

Saya selalu memakai istilah “memborong siang dan memborong malam”. Ketika siang kami bisa merasakan kenikmatan beribadah sepuasnya. Tadarrus, salat sunnah, mengajari anak mengaji, memperbaiki hafalan Alquran, hingga menyiapkan hidangan berbuka yang juga termasuk dalam kategori ibadah.

Sementara di malam yang begitu singkat, kami harus berpacu dengan waktu untuk berbuka, salat Maghrib, salat isya, dan tarawih yang baru selesai lewat tengah malam. Kami hanya sempat tidur 1-2 jam saja. Selanjutnya harus bangun lagi untuk sahur dan salat subuh. Demikian selama sebulan penuh.

photo
Para Muslimah berbuka bersama di Norwegia

Pertama menjalani puasa Ramadhan di musim panas beberapa tahun lalu, kami sekeluarga merasa cemas. Khawatir, apakah kami sanggup menjalani puasa hingga 20 jam setiap hari. Persiapan mental dan fisik kami waktu itu lumayan juga. Latihan puasa sunnah beberapa minggu sebelum Ramadhan, supaya tubuh tidak kaget.

Mempersiapkan anak kami untuk berpuasa selagi ia sekolah juga punya trik sendiri. Kami juga banyak bertanya pada imam masjid Haugesund, juga banyak membaca berbagai literatur dan fatwa ulama Norwegia maupun Eropa tentang fikih puasa Ramadhan di negara dengan waktu siang yang ekstrem panjangnya.

Dari bacaan dan diskusi panjang itu kami jadi tahu, bahwa ada berbagai “rukhsakh” (keringanan) bagi muslim ketika Ramadhan jatuh di musim panas. Menurut fatwa “Islamsk Råd Norge” (IRN; Majelis Islam Norwegia) dan “The Islamic Council of Europe” (Majelis Islam Eropa), ada beberapa opsi berpuasa di musim panas yang bisa dijadikan pegangan.

Secara garis besar ada empat pilihan bagi kami; yaitu berpuasa sesuai dengan pergerakan matahari di tempat kami tinggal; atau membagi hari menjadi tiga, di mana 16 jam dianggap sebagai siang untuk berpuasa, dan 8 jam sisanya sebagai malam hari. Ada pula yang “membekukan” waktu siang selama musim panas menjadi 14 jam, dan ini berlaku sepanjang Ramadhan. Pendapat terakhir membolehkan Muslim di Bumi Belahan Utara untuk berpuasa mengikuti waktu Mekkah selama musim panas.

Ketika dihadapkan pada beberapa pilihan seperti itu, hati kami sejak awal yakin untuk berpuasa sesuai dengan pergerakan normal matahari. Selama Ramadhan di musim panas, waktu terlama kami berpuasa adalah 20,5 jam. Subhanallah!

photo
Anak-anak berusaha terus beribadah dan menjalankan puasa di Norwegia meski waktu puasanya lebih panjang bila dibandingkan di Indonesia.

Maka, kalau sekadar dibayangkan memang terasa berat. Awalnya kamipun merasa berat. Apalagi ketika membandingkan dengan kebiasaan berpuasa di Indonesia yang durasinya selalu stabil sepanjang masa. Tantangan terberat bukan lagi rasa lapar, karena ketika kami sudah berpuasa lebih dari 15 jam, rasa lapar itu secara ajaib hilang.

Yang kami rasakan adalah lemas dan dehidrasi. Karena itu kami menggunakan sebagian waktu menunggu saat berbuka dengan tidur. Yang tak kalah penting adalah tentu saja mengatur asupan nutrisi ketika sahur dan berbuka. Banyak minum air, makan sayur, buah, dan makanan berserat serta bergizi seimbang adalah syarat mutlak agar puasa panjang kami berjalan lancar.

Tahun ini insyaallah puasa memang masih di musim panas, tapi durasinya tidak selama puasa di tahun-tahun sebelumnya. Menurut jadwal salat lokal Masjid Falah-ul-Muslimeen di Haugesund, rata-rata durasi puasa kami tahun ini berkisar antara 17,5 - 19,5 jam.

Semakin mendekati Idul Fitri, puasa akan semakin panjang. Hal ini karena di akhir Ramadhan, kami semakin mendekati puncak musim panas (bulan Juni). InsyaAllah kami akan kuat menjalankannya, berkat tempaan di Ramadhan sebelumnya yang terhitung lebih berat.

Puasa kami di Haugesund dan Norwegia pada umumnya masih tergolong “singkat” dibandingkan saudara-saudara muslim di Finlandia, Alaska, Swedia, dan Rusia bagian utara. Mereka ada yang sampai harus berpuasa hingga 23 jam. Allah Musta'an!

Dari literatur yang kami baca, ada fatwa khusus bagi daerah yang puasanya lebih dari 22 jam, dengan mengikuti jadwal puasa negara tetangga yang lebih singkat. Selalu ada kemudahan di balik kesulitan. Dan kita harus meyakini bahwa Allah tidak akan memberikan ujian dan beban kecuali sesuai dengan kemampuan hamba-Nya.

photo
Muslimah dari berbagai negara melakukan buka puasa bersama di Norwegia.

Yang juga ingin saya ceritakan adalah toleransi masyarakat Negeri Viking kepada kepada sesamanya. Sebagai minoritas kami merasa bersyukur bahwa kami bisa menjalankan ibadah dan keyakinan kami dengan tenang, tanpa tatapan curiga atau pembatasan dari pemerintah.

Yang penting kami tetap taat pada aturan hukum di negara ini, dan kegiatan pekerjaan atau sekolah tetap menjadi prioritas sebelum kita menjalankan ibadah ritual. Alhamdulillah.

photo
Para lelaki Muslim do Norwegia bersiap shalat dalam bulan Ramadhan,

 

Terpopuler