REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Lidus Yardi
Di antara 12 bulan dalam setahun, Allah telah memilih Ramadhan sebagai bulan kemuliaan yang penuh dengan keberkahan. Rasulullah SAW bersabda, "Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh keberkahan. Allah telah mewajibkan kalian untuk berpuasa." (HR Ahmad). Dan, pada Ramadhan, Allah telah memilih satu malam yang nilai kebaikannya melebihi 1.000 bulan. (QS al-Qadr: 3).
Ramadhan disebut sebagai bulan berkah karena banyaknya kebaikan yang telah ditetapkan Allah di dalamnya. Berkah atau keberkahan berarti menetap (ast-tsubut), bertambah (az-ziyadah), atau berkembang (an-nama'a), yaitu kebaikan dari Allah SWT pada sesuatu. Sesuatu itu bisa berupa harta, pekerjaan, usia, keluarga, anak, hari, bulan, tempat, dan atau kehidupan yang kita lalui.
Keberkahan pada Ramadhan berarti nilai kebaikan di dalamnya terus bertambah dan berkembang serta mendatangkan kebermanfaatan bagi manusia beriman. Semua itu adalah bentuk rahmat Allah untuk seluruh insan. Seperti, Allah menetapkan Ramadhan sebagai bulan diturunkannya (permulaan) Alquran sebagai pedoman dan pembeda antara kebenaran dan kebatilan (QS al-Baqarah: 185). Allah memilih semua hari pada Ramadhan untuk dipuasakan oleh orang-orang beriman agar meraih ketakwaan. (QS al-Baqarah: 183). Pada Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka. Pintu-pintu neraka ditutup. Dan, setan-setan dibelenggu. (HR Muslim).
Sungguh ironi. Jika pintu surga telah dibukakan Allah, tetapi kebaikan sebagai jalan mudah memasukinya masih saja enggan dikerjakan. Sungguh ironi. Jika pintu neraka telah ditutup, masih saja ingin membukanya dengan melakukan kemaksiatan. Sungguh bebal saat setan-setan dibelenggu pada Ramadhan agar peluang beramal kebaikan dengan banyak orang beriman dimudahkan, masih saja mencari peluang untuk melakukan kehinaan.
Begitu istimewa dan mulianya Ramadhan, sepantasnyalah Muslimin mempersiapkan diri untuk menyambutnya. Karena, ada beberapa makna atau pesan dari kegiatan penyambutan (tarhib) Ramadhan itu. Pertama, kegiatan menyambut jelas menunjukkan suasana hati yang penuh harap dan bahagia. Begitulah seharusnya sikap seorang Muslim menjelang kedatangan Ramadhan. Maka, Rasulullah mengajarkan doa dan berdoa, "Ya Allah, antarkan diriku kepada Ramadhan dan antarkan Ramadhan kepada diriku serta terimalah (amalan-amalan) Ramadhan dariku." (HR Abu Dawud).
Kedua, dari sisi yang disambut, yakni Ramadhan, jelas mengindikasikan keistimewaan dan kemuliaan. Ketiga, adanya sikap menyambut menunjukkan komitmen dalam menyikapi Ramadhan. Orang yang tak berminat dengan Ramadhan tak peduli dengan kedatangan Ramadhan. Oleh sebab itu, penyambutan Ramadhan dimaknai sebagai motivasi diri, kesungguhan, kesiapan, dan azam yang kuat untuk kedatangan Ramadhan.
Nabi SAW sebagai teladan sebenarnya telah memberi contoh tuntunan. Di antaranya, Rasulullah jauh hari telah berdoa kepada Allah agar diberkahi pada Rajab, Sya'ban, dan disampaikan usia kepada Ramadhan.
Istri beliau, Aisyah RA, juga mengabarkan, "Aku belum pernah melihat Rasulullah berpuasa sebelum penuh, kecuali pada Ramadhan. Dan, aku belum pernah melihat Rasulullah lebih banyak berpuasa, kecuali pada Sya'ban." (HR Bukhari). Itulah di antara bentuk komitmen dan persiapan diri Rasulullah menjelang Ramadhan. Semoga menjadi teladan. Wallahu a'lam.