Sebelum Zaman Nabi Muhammad, Siapa Kaum yang Berpuasa?

Rep: Andrian Saputra/ Red: Hasanul Rizqa

Kamis 02 May 2019 10:54 WIB

Ustaz Fathurrahman Kamal Foto: tangkapan layar YouTube Ustaz Fathurrahman Kamal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah SWT menyuruh kaum Muslimin untuk melaksanakan puasa di bulan Ramadhan. Perintah itu termuat dalam surah al-Baqarah ayat 183. Artinya, "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Menurut firman Allah Ta'ala itu, ada kaum beriman era pra-Islam yang juga diwajibkan berpuasa. Namun, siapakah mereka yang dimaksud?

Tidak ada kode iklan yang tersedia.
Baca Juga

Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Ustaz Fathurahman Kamal menjelaskannya. Mengutip pendapat Syekh Mutawalli Sya’rawi, syariat puasa merupakan ajaran yang dikenal lama oleh umat-umat terdahulu. Artinya, umat Nabi Muhammad SAW bukanlah yang pertama melakukannya.

Adapun Al-Alusi dalam kitab tafsirnya, Ruh Al-Ma’ani, berpendapat, kaum atau orang-orang terdahulu yang dimaksud surah al-Baqarah ayat 183 itu ialah para nabi. Mereka mulai dari Nabi Adam AS sampai para pria pilihan, sebelum diutusnya Rasulullah Muhammad SAW.

“Sebagaimana keumuman redaksi ayat yang menggunakan ism al-mawshul (kata sambung). Sebagian mufassir menjelaskannya sebagai orang-orang Ahli Kitab,” terang Ustaz Fathurahman Kamal kepada Republika.co.id, Kamis (2/5).

Dia melanjutkan, masyarakat Arab pra-Islam serta kaum Muslimin pada masa awal mengenal puasa dari kaum Yahudi. Mereka memang banyak bertempat tinggal di sekitar Kota Madinah.

Merujuk sebuah hadits yang diriwayatkan Ibn ‘Abbas RA, Nabi Muhammad SAW tiba di Madinah. Kemudian, beliau shalallahu 'alaihi wasallam melihat orang-orang Yahudi melakukan puasa pada hari Asyura. Maka, Nabi SAW pun bertanya, “Hari apa ini?” Mereka menjawab, "Ini adalah hari yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israel dari musuh-musuh mereka. Oleh karena itu Musa melakukan puasa pada hari ini.”

Beliau pun bersabda, “Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kalian.”

Selanjutnya, beliau pun berpuasa pada hari itu dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa. Hadis tersebut disahihkan menurut Imam Bukhari.

Sementara itu, Syekh Ahmad Musthafa al-Maraghi dalam kitab tafsirnya Tafsir Al-Maraghi menjelaskan, penyebutan "puasa diwajibkan kepada umat terdahulu" juga bermakna penegasan. Yakni, Allah SWT menegaskan arti penting puasa sekaligus memberi dorongan psikologis bagi umat Nabi Muhammad SAW untuk mengamalkannya.

Tak dapat dipungkiri. Puasa merupakan suatu ibadah yang terasa berat. Dengan menyebutkan ibadah itu juga dilakukan umat-umat terdahulu, maka akan ada efek psikologis bagi penerima perintah puasa zaman kini.

Puasa ternyata bila diamalkan dengan sungguh-sungguh dan semata diniatkan meraih ridha Ilahi, ternyata tak memberatkan. "Hal itu (puasa) juga lazim karena telah dipraktikkan umat-umat beriman dari masa terdahulu," ujar pengasuh Pondok Pesantren Budi Mulia (PPBM) Yogyakarta itu.

Terpopuler