REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Prinsip syariat Islam tidak pernah memberatkan dan membebani manusia, termasuk dalam berpuasa. Ustazah Ferihana mengatakan, ada pengecualian terhadap golongan yang dibolehkan tidak berpuasa. Kapan seseorang harus melaksanakan puasa dan dibolehkan tidak berpuasa tergantung kondisi.
Golongan yang dibolehkan tidak berpuasa diantaranya orang yang sedang sakit. Dalam kondisi ini, apabila berpuasa menyebabkan sakit seseorang itu tambah parah, maka dibolehkan tidak melaksanakannya.
"Kalau engkau berpuasa kemudian tambah berat, disarankan tidak berpuasa. Tapi dengan syarat kalau puasa itu menjadikannya tambah berat, seperti diabetes," kata Ustazah Ferihana dalam tausiyahnya di Masjid Suciati Saliman, Sleman, Yogyakarta beberapa waktu lalu.
Jika berpuasa menyebabkan kematian, maka dianjurkan tidak berpuasa. Namun, jika menderita sakit biasa seperti flu dan sakit kepala ringan, tetap diharuskan berpuasa.
Selain itu, dalam kondisi di tengah perjalanan jauh juga dibolehkan tidak berpuasa. Terlebih, jika dalam perjalanan tersebut dapat mengurangi jumlah kebaikan yang dilakukan.
"Misalnya jika puasa, kita dapat kehilangan kebaikan karena tidak bisa beraktivitas dan membuat orang lain susah membawa kita kalau sampai lemas," ujarnya.
Golongan orang yang sudah tua dan wanita hamil juga dibolehkan tidak melaksanakan puasa. Walaupun begitu, ada aturan sendiri bagi orang yang tidak mampu melaksanakan puasa.
Mereka harus mengganti puasa yang telah ditinggalkan. Puasa Ramadhan dapat diganti dengan puasa di luar bulan Ramadhan atau dengan membayar fidyah.
Berdasarkan surah Al-Baqarah ayat 184, cara mengganti puasa dapat dengan membayar fidyah sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Dalam satu hari seseorang meninggalkan puasa, maka hahrus membayar fidyah kepada satu orang fakir miskin. "Fidyah itu 1,5 kilogram beras. Berikan kepada orang-orang sakit dan miskin," ujarnya.